Alamat Majelis :
Jalan Syekh A Somad Lorong Kemartan 22 ilir Palembang
Belakang Universitas Bina Husada

Minggu, 16 Juni 2013

Akidah Kaum ‘Alawiyyîn

Perbaiki dan luruskanlah akidahmu dengan berpegang pada manhaj al-Firqoh an-Nâjiyah yang dalam Islam dikenal dengan nama Ahlus Sunnah wal Jamâ’ah.  Ahlus Sunnah wal Jamâ’ah adalah kelompok orang yang berpegang teguh pada ajaran Rasûlullâh saw dan para sahabatnya.
Jika kamu teliti al-Kitâb dan as-Sunnah---yang berisi ilmu-ilmu keimanan---dengan pemahaman yang benar dan hati yang selamat (salîm) serta kamu pelajari perjalanan hidup para salaf yang saleh dari kalangan sahabat dan tâbi’în, maka kamu akan mengetahui secara yakin bahwa kebenaran ada pada golongan al-Asy’ariyyah yang dinisbatkan kepada Syeikh Abil Hasan al-Asy’arî rohimahullôh.  Beliau telah menyusun akidah ahlil haq beserta dalil-dalilnya.  Itulah akidah yang diakui oleh para sahabat dan tâbi’în.  Itulah akidah ahlil haq di setiap zaman dan tempat.  Itulah akidah seluruh kaum sufi, sebagaimana disebutkan oleh Abul Qôsim al-Qusyairî pada bagian awal bukunya, ar-Risâlah.  Dan alhamdulillâh, itulah akidah kami dan saudara-saudara kami para sâdah al-Huseinî yang dikenal dengan Âl Abî ‘Alawî.  Itulah juga akidah para salaf, mulai dari zaman Rasûlullâh saw hingga saat ini.
Imâm al-Muhâjir ilallâh, Sayyidî Ahmad bin ‘Îsâ bin Muhammad bin ‘Alî bin al-Imâm Ja’far ash-Shôdiq rodhiyallâhu ‘anhum, kakek para sâdah Huseinî tersebut, ketika melihat munculnya berbagai bid’ah, banyaknya hawa nafsu dan pertentangan pendapat di Irak, maka beliau hijrah meninggalkan Irak.  Beliau nafa’Allâhu ta’âlâ bih selalu berpindah-pindah dari satu daerah ke daerah lain sampai akhirnya tiba di Hadhramaut dan menetap di sana hingga akhir hayatnya.  Allâh kemudian memberkati keturunannya, sehingga sangat banyak dari mereka yang dikenal karena ilmu, ibadah, kewalian (wilâyah) dan ma’rifatnya.  Berkat niat al-Imâm al-Mu`taman ini dan hijrah beliau dari tempat-tempat fitnah, maka tidak terjadi pada mereka (anak cucunya) apa yang terjadi pada sejumlah ahlil bait nabi yang mengikuti berbagai bid’ah dan hawa nafsu yang menyesatkan.
 Semoga Allâh membalas kebaikan beliau kepada kami dengan sebaik-baik balasan yang dapat diberikan kepada seorang ayah atas jasanya kepada putra-putranya, dan semoga Allâh meninggikan derajatnya di surga bersama orang-orang tuanya yang mulia, dan mempertemukan kita dengan mereka dalam keadaan selamat, tidak berubah (akidah) dan tidak terfitnah.  Sesungguhnya Allâh Maha Pengasih dari semua yang berjiwa kasih.

dikutip dari:
Habîb ‘Abdullâh bin ‘Alwî al-Haddâd, Risâlatul Mu’âwanah wal Muzhôharah wal muâzaroh, Dârul Hâwî, cet. ke-2, 1994/1414 H, hal 67-68.

Akidah Ahlus Sunnah wal Jamâ’ah





Dikutip dari: Habîb ‘Abdullâh bin ‘Alwî al-Haddâd, Risâlatul Mu’âwanah wal Muzhôharah wal muâzaroh, Dârul Hâwî, cet. ke-2, 1994/1414 H, hal 67-68. (Berikut ini adalah penjelasan ringkas dan lengkap tentang akidah golongan yang selamat (al-Firqotun Nâjiyah) Ahlus Sunnah wal Jamâ’ah yang merupakan sawâdul a’dhom.  [Tulisan ini insyâ Allâh Ta’âlâ bermanfaat]

Segala puji bagi Allâh yang Maha Esa.  Dan semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan kepada Sayidinâ Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
Wa Ba’du.
Sesungguhnya kami mengetahui, mempercayai, mengimani, meyakini dan bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Allâh yang Maha Esa, yang tidak ada sekutu bagi-Nya.  Dia-lah Tuhan yang Maha Agung, Raja yang Maha Besar.  Tidak ada Tuhan dan sesembahan selain-Nya.  Dia telah ada sejak dahulu (Qodîmun Azaliyyun),  Kekal dan Abadi.  Tidak ada awal untuk permulaan-Nya dan tidak ada akhir untuk penghabisan-Nya.  Ia Maha Esa, segala sesuatu bergantung kepada-Nya, tidak melahirkan dan tidak dilahirkan, tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya, tidak ada sesuatu pun yang dapat menyerupai dan menyamai-Nya.  Dan: tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.  (QS asy-Syûrâ, 42:11)

Allâh Ta’âlâ, tidak dibatasi waktu dan tempat, serta tidak menyerupai (apa pun yang ada di) alam semesta.  Ia tidak dibatasi oleh arah dan tidak dipengaruhi oleh segala sesuatu yang baru.  Ia bersemayam di Arsy-Nya dalam arti yang sesuai dengan firman-Nya dan dalam makna yang sesuai dengan kehendak-Nya, yakni persemayaman (istiwâ`) yang sesuai dengan keagungan, kemuliaan dan kebesaran-Nya.

Allâh Ta’âlâ Maha Dekat dengan semua yang ada (maujûd) dan lebih dekat kepada manusia daripada urat lehernya.  Dia Maha Mengawasi dan Menyaksikan segala sesuatu.  Dia Maha Hidup dan selalu mengurus makhluk-Nya; tidak mengantuk dan tidak tidur. Allâh Pencipta langit dan bumi, dan bila berkehendak sesuatu, maka cukuplah Dia mengucapkan kepadanya, “Jadilah,” maka jadilah ia. (QS Al-Baqarah, 2:117)

Allâh menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. (QS az-Zumar, 39:62)  Allâh Ta’âlâ Maha Kuasa, Maha Mengetahui segala sesuatu, meliputi segala sesuatu dengan ilmu-Nya dan menghitung-Nya satu persatu.  Tidak ada benda sekecil apa pun di bumi dan di langit yang tersembunyi dari-Nya, walau hanya seberat atom. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi, apa yang keluar darinya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya.(QS Saba`, 34:2)

Dia bersama kalian di mana pun kalian berada dan mengetahui semua yang kalian kerjakan.  Dia mengetahui yang rahasia dan yang tersembunyi.Dia mengetahui apa yang terdapat di daratan dan di lautan.  Tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya.  Dan tidak ada sebutir biji pun yang jatuh dalam kegelapan bumi dan tidak ada sesuatu yang basah atau kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata. (QS Al-An’âm, 6:59)

Allâh Ta’âlâ berkehendak pada segala sesuatu dan mengatur semua yang baru (hâditsât).  Tidak ada kebaikan atau keburukan, manfaat atau madharat yang terjadi kecuali dengan ketetapan (qodhô`) dan kehendak (masyîah)-Nya.  Apa yang Ia kehendaki akan terjadi dan apa yang tidak Ia kehendaki tidak akan terjadi.  Andaikata seluruh makhluk bersatu untuk menggerakkan atau menahan gerakan dari benda sebesar biji atom yang ada di alam ini tanpa kehendak-Nya, maka niscaya mereka tidak akan mampu melakukannya.

Allâh Ta’âlâ Maha Mendengar dan Maha Melihat.  Maha Berbicara dengan ucapan yang qodîm dan azalî yang tidak sama dengan ucapan makhluk. Al-Qurân yang agung adalah ucapan-Nya yang qodîm, kitab yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul-Nya, Muhammad saw.  Dia Yang Maha Suci adalah pencipta, pemberi rezeki dan pengatur segala sesuatu.  Ia memperlakukan mereka sesuai kehendak-Nya.  Dalam kekuasaan-Nya tidak ada yang dapat menentang dan melawan-Nya.  Ia memberi seseorang sesuai kehendak-Nya, menahan pemberian kepada seseorang sesuai kehendak-Nya, mengampuni siapa pun sesuai kehendak-Nya dan menyiksa siapa pun sesuai kehendak-Nya. Ia tidak akan ditanya tentang perbuatan-Nya dan merekalah yang akan ditanya. (QS Al-Anbiyâ`, 21:23)

Allâh Ta’âlâ Maha Bijaksana dalam semua perbuatan-Nya, dan adil dalam keputusan-Nya (qodhô`).  Tidak dapat dibayangkan Ia akan bertindak zalim dan aniaya.  Ia tidak memiliki kewajiban kepada seorang pun.  Andaikan Dia yang Maha Suci menghancurkan semua ciptaan-Nya dalam sekejap mata, maka perbuatan-Nya ini tidak menzalimi dan tidak menganiaya mereka.  Sebab, mereka adalah milik dan hamba-Nya dan Dia berhak berbuat apa saja di kerajaan-Nya sesuai keinginan-Nya. Dan tidaklah sekali-kali Tuhanmu menganiaya hamba-hamba-Nya.(QS Fushshilat, 41:46)

Ia memberi hamba-Nya pahala atas ketaatan yang mereka kerjakan berkat kemuliaan dan kemurahan-Nya.  Dan Ia menyiksa mereka atas maksiat yang mereka lakukan karena hikmah dan keadilan-Nya.  Semua hamba-Nya wajib taat kepada-Nya sebagaimana yang telah diajarkan oleh para Nabi-Nya ‘alaihimush sholâtu wassalâm.

Kami beriman pada semua kitab yang diturunkan Allâh, semua Rasul yang diutus-Nya, para malaikat-Nya serta takdir baik dan buruk.

Kami bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya yang Ia utus kepada jin dan manusia, bangsa ‘Arab dan ‘Ajam (selain Arab), membawa petunjuk dan agama yang benar untuk menundukkan semua agama lain, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukainya.  Kami bersaksi bahwa beliau telah menyampaikan risalah, menunaikan amanah, menasihati umat, menghilangkan penderitan dan berjihad di jalan Allâh dengan sebenar-benar jihad. Kami bersaksi bahwa beliau adalah seorang yang jujur (shidq) dan dapat dipercaya (amîn) serta didukung dengan berbagai bukti yang benar dan mukjizat yang luar biasa.  Allâh mewajibkan hamba-hamba-Nya untuk membenarkan, menaati dan meneladaninya.  Dan Allâh tidak akan menerima iman seorang hamba kepada-Nya, sampai ia juga beriman kepada Muhammad saw dan pada semua perkara dunia, akhirat dan barzakh yang beliau bawa dan sampaikan, di antaranya: ia harus beriman pada pertanyaan malaikat Munkar dan Nakîr kepada orang-orang yang telah meninggal dunia tentang tauhid, agama dan kenabian; juga beriman pada nikmat kubur yang akan dirasakan oleh mereka yang taat dan siksa kubur yang akan diderita mereka yang durhaka.

Ia harus beriman, bahwa setelah kematian, jasad dan ruh akan dibangkitkan dan dikumpulkan di hadapan Allâh.  Ia harus beriman pada hisâb, dan bahwa keadaan setiap orang yang di-hisâb berbeda-beda: ada yang dimaafkan, ada yang dihisab dengan teliti dan ada yang dimasukkan surga tanpa hisâb.

Ia harus beriman pada neraca (mîzân) yang digunakan untuk menimbang kebajikan dan keburukan.  Ia harus beriman pada ash-shirôth, yaitu jembatan yang terbentang di atas neraka.  Ia harus beriman pada telaga (haudh) Nabi Muhammad saw.  Sebelum masuk surga setiap Mukmin akan diberi minum dari telaga yang airnya bersumber dari Surga.  Ia  harus beriman pada syafaat para nabi, kaum shiddîqîn, syuhadâ`, ulama, shôlihîn dan Mukminin.  Ia harus beriman bahwa syafaat yang paling besar (asy-syafâ’ah al-‘udhmâ) adalah khusus milik Muhammad saw.

Ia harus beriman bahwa semua ahli tauhid yang masuk neraka akan dikeluarkan hingga tidak ada seorang pun yang dalam hatinya terdapat sebesar atom iman akan kekal di dalamnya.  Sedangkan orang-orang yang kafir dan musyrik akan tinggal kekal di neraka.  Siksa mereka tidak akan diringankan dan mereka tidak akan dibelaskasihani.  Ia juga harus beriman bahwa kaum Mukminin akan tinggal kekal selama-lamanya di surga, tidak akan merasa lelah, tidak akan dikeluarkan darinya dan akan melihat Allâh di surga dengan penglihatannya sesuai dengan keagungan, kesucian dan kesempurnaan Allâh.

Ia juga harus meyakini keutamaan para sahabat Rasûlullâh saw dan urutan keutamaan mereka.  Dan meyakini bahwa mereka semua adalah orang-orang yang adil (‘udûl)[1], baik dan dapat dipercaya. Tidak (seorang pun dibenarkan) mencaci maupun memaki salah seorang dari mereka.  Ia harus meyakini bahwa khalifah yang benar setelah Rasûlullâh saw adalah Abû Bakar ash-Shiddîq, kemudian ‘Umar al-Fârûq, kemudian ‘Utsmân asy-Syahîd dan setelah itu ‘Alî al-Murtadhâ.  Semoga Allâh meridhoi mereka semua, serta meridhoi semua sahabat Rasûlullâh saw dan tâbi’în yang mengikuti mereka dengan baik dan juga meridhoi kita, berkat rahmat-Mu wahai yang paling kasih dari semua yang berjiwa kasih.
--------------------------------------------------------------------------------
[1] Yang disebut adil dalam ilmu Hadis adalah seorang Muslim berakal yang telah baligh, tidak mengerjakan dosa-dosa besar dan menjauhi dosa-dosa kecil.  Semua sahabat nabi disebut adil, tua maupun muda, baik yang ikut dalam peperangan antara Mu’âwiyyah dan ‘Alî ataupun tidak.  Ini merupakan ijma ulama Ahlus Sunnah wal Jamâ’ah

Hal-Hal  Yang Dapat Menyebabkan Kekufuran


Hal-hal yang disebutkan oleh syariat dengan jelas misalnya adalah  keesaan Allâh, masalah kenabian, keyakinan bahwa Rasûlullâh saw adalah penutup  para Rasul, keyakinan bahwa kebangkitan terjadi di hari akhir, masalah hisâb (hari perhitungan), hari pembalasan, Surga dan Neraka.  Orang yang mengingkari keberadaan hal-hal tersebut di atas, maka dia telah kufur.

Setiap Muslim harus mengetahui semua hal yang dapat menyebabkan  kekufuran, kecuali jika dia baru masuk Islam.  Seorang yang baru masuk Islam  diberi kesempatan selama beberapa waktu untuk mempelajarinya, setelah itu  tidak ada alasan lagi baginya.[1]

Sayid Muhammad bin Husain Al-Habsyî[2], seorang yang pernah menjabat  sebagai Mufti[3] Mekah Al-Mukarramah pada tahun 1270 H, dalam bukunya Fathul  Ilâh Bimâ Yajibu 'Alal 'Abdi Li Maulâh, telah menjelaskan secara mendetail  segala hal yang dapat menyebabkan seseorang menjadi murtad.  Beliau ra  berkata: Setiap Muslim wajib berusaha menjaga keislamannya dari  segala hal yang dapat merusaknya, yang akan membuatnya murtad (semoga Allâh  'Azza wa Jalla melindungi kita semua darinya).  Di zaman ini banyak orang  yang terlalu berani berbicara, sehingga ada sebagian orang yang mengucapkan beberapa kalimat yang menyebabkan dia keluar dari Islam (murtad), akan tetapi dia sama sekali tidak menganggapnya sebagai dosa, apalagi menyadarinya sebagai sebuah kekufuran.

Kemurtadan itu ada tiga, yaitu: dalam keyakinan, perbuatan  dan ucapan.  Dan setiap jenis kemurtadan terbagi menjadi banyak bagian.

Keyakinan Yang Dapat Menyebabkan Kekufuran
Berbagai keyakinan yang dapat menyebabkan seseorang menjadi murtad (kufur;keluar dari Islam) di antaranya adalah:
Meragukan Allâh, Rasul-Nya, Al-Qurân, hari akhir, hari  pengumpulan (manusia di padang mahsyar), Neraka, pahala, siksa, atau meragukan  hal-hal serupa yang telah disepakati keberadaannya.
Meyakini hilangnya salah satu sifat wajib Allâh Ta'âlâ yang telah disepakati (oleh para ulama), seperti bahwasanya Allâh itu Maha  Mengetahui.
Menetapkan sebuah sifat yang tidak boleh disandarkan kepada Allâh (yang Allâh Maha Suci darinya), seperti meyakini bahwa Allâh ber-jism (bertubuh seperti manusia).
Menghalalkan sesuatu yang menurut agama haram dan keharamannya tersebut telah disepakati dan diketahui.  Misalnya adalah perbuatan  zina, homosek, pembunuhan, pencurian, ghashab (meminjam tanpa ijin).
Mengharamkan sesuatu yang halal, seperti jual beli dan  pernikahan.
Menghapuskan sebuah kewajiban (yang hukumnya telah disepakati  oleh umat Islam), seperti shalat lima waktu, salah satu sujud dalam shalat  wajib, zakat, puasa, haji, wudhu.
Mewajibkan sesuatu yang menurut ijmâ` (ulama) tidak wajib  hukumnya.
Menolak diselenggarakannya sesuatu yang menurut ijmâ` (ulama)  telah disyariatkan (oleh Nabi Muhammad saw), seperti shalat sunah Rawâtib.
Berniat untuk kufur (keluar dari Islam) di masa yang akan datang,  atau berniat untuk melakukan salah satu hal yang disebutkan di atas.  Atau  masih bimbang terhadap salah satu hal di atas, tetapi bukan was-was.
Mengingkari (tidak mengakui) Sayidina Abû Bakar Ash-Shiddîq ra sebagai sahabat Rasûlullâh saw.
Mengingkari (tidak mengakui) kerasulan salah seorang Rasul yang kerasulannya telah disepakati.
Menentang keberadaan satu huruf dalam Al-Qurân yang  keberadaannya telah disepakati oleh para ulama.
Menambahkan satu huruf dalam Al-Qurân yang ketidakberadaannya  telah disepakati oleh para ulama, dengan keyakinan satu huruf tersebut  merupakan bagian dari Al-Qurân.
Mendustakan seorang Rasul.
Merendahkan seorang Rasul atau meremehkan namanya dengan tujuan  untuk menghinanya.
Meyakini akan ada Nabi lagi setelah Nabi kita Muhammad saw.

Perbuatan Yang Dapat Menyebabkan Kekufuran
Hal kedua yang dapat menyebabkan kekufuran adalah segala perbuatan  kufur yang ia lakukan dengan sengaja untuk menghina atau menentang Islam  secara terang-terangan, di antaranya adalah:
1.. Memberikan kotoran pada mushaf Al-Qurân.
2.. Sujud (menyembah) kepada patung, matahari atau ciptaan Allâh  lainnya.

Ucapan Yang Dapat Menyebabkan Kekufuran (kemurtadan)
Ucapan yang dapat menyebabkan seseorang murtad sangat banyak dan tak terhitung, di antaranya adalah:
Jika Anda mengucapkan kepada seorang Muslim kalimat, "Hai Kafir"  "Hai Yahudi" "Hai Nasrani" "Hai orang yang tak beragama".  Kalimat "Hai  orang yang tak beragama" ini diucapkan dengan tujuan untuk menyatakan bahwa yang diajak bicara adalah seorang yang telah kufur, seorang yahudi, seorang Nasrani atau memang benar-benar tidak menganut agama (padahal dia seorang Muslim).
Menghina (bermain-main) dengan salah satu nama Allâh, janji atau ancaman-Nya, yang memang telah diketahui oleh semua orang bahwa itu  adalah nama, janji atau ancaman Allâh SWT.  Misalnya jika ada seseorang yang berkata, "Andaikata Allâh Tuhanku memerintahkanku untuk berbuat ini  (suatu perbuatan tertentu), maka aku tidak akan melakukannya."  Atau  "Andaikata kiblat shalat menuju ke arah A (arah tertentu), maka aku tidak akan  shalat menghadap ke sana."  Atau berkata, "Andaikata Allâh memberiku Surga,  maka aku tidak akan memasukinya."  Semua ini diucapkan dengan tujuan untuk meremehkan atau menentang Agama secara terang-terangan.  Atau jika ada seseorang yang berkata, "Andaikata Allâh menyiksaku karena aku  meninggalkan shalat, padahal aku sakit, maka Allâh telah berbuat dzalim kepadaku."  Atau ketika ada sebuah peristiwa (perbuatan) yang terjadi, seseorang  kemudian berkata, "Peristiwa ini terjadi bukan dengan takdir Allâh."
Seseorang yang berkata, "Andaikata para Nabi, Malaikat dan  seluruh umat Islam menjadi saksi bagiku atas suatu hal tertentu, maka aku tidak  akan menerima (mempercayai) kesaksian mereka."
Seseorang yang berkata, "Aku tidak akan melakukan perbuatan itu, meskipun itu Sunah."  Kalimat ini ia ucapkan dengan tujuan untuk  menghina Sunah.
Seseorang yang berkata, "Andaikata Fulan diangkat menjadi Nabi,  maka aku tidak akan beriman kepadanya."
Seseorang yang diberi fatwa oleh seorang ulama kemudian ia  berkata, "Syariat apa ini?!" dengan tujuan untuk meremehkan syariat.
Seseorang yang berkata, "Semoga Allâh melaknat semua ulama,"  Kalimat ini ia tujukan kepada semua orang berilmu termasuk di dalamnya adalah  salah seorang Nabi.
Seseorang yang berkata, "Aku berlepas diri dari Allâh,"  atau  "Aku berlepas diri dari Nabi,"  atau "Aku berlepas diri dari Al-Qurân,"   atau "Aku berlepas diri dari syariat Islam," atau "Aku berlepas diri dari  Islam."
Seseorang yang mengomentari salah satu hukum Islam dengan kalimat  di bawah ini dengan tujuan untuk menghina hukum Allâh.  "Ini bukanlah  sebuah hukum" atau "Aku tidak mengenal hukum seperti ini."
Seseorang yang mengucapkan ayat-ayat Al-Qurân dalam berbagai kesempatan dengan tujuan meremehkan dan menghina ayat-ayat tersebut. Andaikata tidak dengan tujuan untuk meremehkan ataupun menghina, maka  dia tidak menjadi kufur, tetapi menurut Syeikh Ahmad bin Hajar rhm,  hukumnya mendekati haram.  Contohnya adalah seseorang yang memenuhi sebuah bejana kemudian ia mengucapkan ayat: "Dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman)." (An-Naba`, 78:34)

Setelah menuangkan minuman, ia mengucapkan ayat yang berbunyi:
"Maka menjadilah (gunung-gunung tersebut) fatamorgana."  (An-Naba`, 78:20)

Ketika menakar atau menimbang, ia mengucapkan:
"Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka  meminta untuk dipenuhi."(Al-Muthaffifîn, 83:3)

Ketika melihat sebuah perkumpulan, ia mengucapkan:
"Dan Kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak Kami tinggalkan seorang  pun dari mereka." (Al-Kahfi, 18:47)
Sekali lagi, semua ayat itu ia baca dengan tujuan untuk merendahkan dan meremehkan ayat-ayat Al-Qurân.

Memaki seorang Nabi atau Malaikat.
Seseorang yang berkata, "Aku akan menjadi mucikari jika shalat." Atau "Sejak shalat aku tidak memperoleh kebaikan."  Atau "Shalat itu  tidak baik bagiku."  Semua itu diucapkan dengan tujuan untuk meremehkan atau menghina shalat, atau menganggap meninggalkan shalat perbuatan yang  halal atau menganggap shalat sebagai pembawa sial.
Seseorang yang berkata kepada seorang Muslim, "Aku adalah  musuhmu dan musuh Nabimu."  Atau Seseorang yang berkata kepada seorang Syarîf[4],  "Aku adalah musuhmu dan musuh kakekmu," dan yang ia maksud dengan "kakekmu" adalah Nabi Muhammad saw.  Atau seseorang yang mengucapkan kalimat  buruk sejenisnya untuk menghina Nabi atau Malaikat.

Syeikh Ahmad bin Hajar dan Qâdhî 'Iyâdh rhm dalam buku mereka, Al-I'lâm  Dan Asy-Syifâ`, telah menulis panjang lebar kalimat yang dapat menyebabkan kekufuran yang seyogyanya kita pelajari.  Sebab, barang siapa tidak mengetahui keburukan, dia akan terjerumus ke dalamnya.

Kesimpulan atas semua penjelasan di atas adalah bahwa setiap keyakinan, perbuatan atau ucapan yang menunjukkan upaya untuk merendahkan atau meremehkan Allâh, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, para Malaikat-Nya, syiar-syiar-Nya, simbol-simbol agama-Nya, hukum-hukum-Nya, janji-Nya, ancaman-Nya adalah perbuatan yang dapat menyebabkan kekufuran atau  paling tidak merupakan sebuah kemaksiatan.  Oleh karena itu, seorang manusia  harus menjauhi perbuatan tersebut dengan segenap kemampuannya.[5]
----------------------------------------------------------------------------
[1] Lihat Muhammad bin 'Alwî Al-Mâlikî Al-Hasanî, Mafâhim Yajibu An  Tushah hah, cet.X, Dârul Auqâf Was Syu`ûn Al-Islâmiyyah, Dubai, 1995, hal.72.
[2] Muhammad bin Husain Al-Habsyî:  Beliau adalah Muhammad bin Husain  bin 'Abdullâh bin Syeikh Al-Habsyî.  Lahir di Fujair Hadhramaut pada 18  Jumadil Akhir 1213 H.   Pada tahun 1266 H, beliau ra pindah ke Mekah dan  menjabat Mufti di sana pada tahun 1270.  Kemudian pada tahun 1281 beliau wafat  di Mekah dan dimakamkan di pemakaman Mu'alla.  (Lihat Muhammad bin Husain
Al-Habsyî, Fathul Ilâh Bimâ Yajibu 'Alal 'Abdi Li Maulâh, cet.II,  Kerjaya, Singapura, 1992.)
[3] Seorang yang dapat mengeluarkan fatwa dalam berbagai permasalahan  agama, karena keluasan dan ketinggian ilmunya serta keluhuran budinya.
[4] Syarîf: Sebutan untuk keturunan Nabi Muhammad saw yang lelaki. Sedangkan keturunan beliau yang wanita biasa disebut dengan Syarîfah. Istilah ini berbeda-beda untuk setiap daerah, ada yang menyebut mereka (keturunan Nabi saw) dengan Sayyid dan adapula yang memanggil mereka  dengan kata Habîb.  Sebutan Habîb inilah yang sering dipakai di Negara kita tercinta.
[5] Lihat Muhammad bin Husain Al-Habsyî, Fathul Ilâh Bimâ Yajibu 'Alal  'Abdi Li Maulâh, cet.II, Kerjaya, Singapura, 1992, hal.16-19.





















Kiyai N U Dan Alawiyyin Di Hantam Wahabi

   
Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dibawah artikel-artikel yang dikelolah oleh kaum Salafi, mereka ini  (Salafiyin) pada hakekatnya adalah kaum wahabi dan karena barang dagangan  wahabi sudah susah dijual karena sejarah kelamnyanya yang menimbulkan banyak pertumpahan darah, maka sekarang barang dagangan tersebut dijual dengan kemasan baru dengan nama baru SALAFY atau SALAFI, pengakuan mereka  tidak tanggung-tanggung sebagai pengikut salafush sholeh (salaf bukan  mazhab tapi periode masa), padahal yang diambil hanya yang sesuai dengan aqidah mereka sendiri.

Demikian pula aqidah mereka terhadap Al-Qur’an dan Hadits, mereka mau mengambil hanya yang sesuai dengan aqidah mereka, terhadap hadits-hadits yang tidak sesuai dengan aqidah mereka, maka mereka dengan susah payah mencarikan ahli-ahli hadits yang bisa melemahkan / meregukan bobot keshohehan / kehasanan dari hadits-hadits tersebut. Bahkan dari pendapat-pendapat Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim atau sekalipun pendapat Ibnu Abdul Wahab sendiri mereka berlaku demikian. Mereka tak ubahnya seperti pemilik uang palsu, tapi berkoar-koar kesana kemari mengaku-ngaku-ngaku uangnya asli.

Mereka ini sebenarnya terdiri dari berbagai kelompok yang satu dengan yang lainnya saling mencela, memaki, melaknat dan saling menyesatkan satu sama lain,  Lihatlah arikel dibawah dengan judul : ”Bantahan Bagi yang Membolehkan
Maulid Nabi”, siapakah yang dituduh?, tapi mereka tidak jantan, tidak berani menyebut dengan jelas. Yang suka merayakan Maulid yaitu para Kiyai N U dan kaum Alawiyyin, jadi, mereka menuduh para kiyai-kiyai itu dengan tuduhan : ”dai-dai yang menyeru ke neraka jahannam akan terus memproklamirkan dan menebarkan virus-virus kesesatan di tengah-tengah umat ini dengan segala daya dan upaya”.

Dan menyebut nenek moyong kiyai-kiyai N U dan nenek moyang kaum alawiyyin
yang notabonenya orang-orang sholeh dengan apa yang dituju oleh Al-Qur’an Surat Al-A’raaf 17 – 18. Naudzubillah, alangkah jahatnya mereka ini, ini merupakan pelecehan dengan sangat jelas dan merupakan tindakan kriminal yang menuju kepada masalah SARA.

Ini adalah tindakan menghasut dan mencemarkan nama baik yang terang-terang
dihadapan umum. Bahkam mereka dengan beraninya menyebut : ”Sesungguhnya
genderang perang antara haq (kebenaran) dan kebatilan akan terus ditabuh sampai hari kiamat kelak”, ini sama dengan menyebut bahwa mereka golongan yang Haq, dan para kiyai-kiyai N U serta kaum alawiyin adalah golongan yang Bathil alias menyamakan dengan orang kafir. Naudzubillah. Dalam jiwa mereka rasa RUHAMAU BAINAHUM sudah tidak ada lagi, mereka sudah menganggap sesat siapa saja yang tidak mau mengikuti faham mereka meskipun dalam hal yang masih menjadi khilafiyah.

Seharusnya mereka mengeluarkan fatwa yang lengkap agar golongan mereka: Tidak usah menikah dengan kaum alawiyyin dan orang-orang yang bermaulid.

Tidak usah berkomunikasi, bersalaman dsb. Golongan Alawiyyin dan golongan yang bermaulid lainnya najis. Baru mereka jantan.

Hati-hatilah wahai habaib, sesungguhnya golongan inilah yang mengobrak-abrik pemakaman Baqi’, Ma’la dan mau memindahkan makam Rasulullah s a w serta menghancurkan situs-situs peninggalan Islam di Hijaz.

Perkembangan mereka ini sungguh sangat cepat karena di dukung militansi yang laur biasa dari para pengikutnya dan dukungan keuangan yang tidak terbatas, kalau kita perhatikan dari 100 penerbit Islam di Indonesia, 90 puluh diantaranya milik mereka dan hanya  10 penerbit yang bukan dari golongan mereka, sehingga buku-buku yang membanjiri toko-toko buku hampir 90 % bernafaskan Wahabisme / Salafy / Salafi. Dan tahu sendiri isinya ya main cap-capan ”SESAT” terhadap golongan-golongan Islam diluar mereka.

Keahlian mereka untuk memelintir dakwa sungguh luar biasa, ada sebuah penerbit namanya PENERBIT IMAM SYAFI’I, kalau melihat katalog buku-bukunya, kita tidak menyangka itu penerbit Wahabi, tapi bila membaca barulah kita tahu.

Mereka juga menerbitkan buku-buku terjemahan dari literatur klasik yang di syarahkan oleh ulama-ulama mereka, seperti kitab Fathhul Bari karya Ibn Hajar di Syarahkan oleh Ibn Baz, beberapa karya Imam Nawawi, Imam Suyuti di syarahkan oleh Al-Albany, orang inilah yang meminta ke pemerintahan Saudi untuk memindahkan makam Rasul s a w dari tempatnya yang sekarang di komplek masjid Nabawi ke Baqi’, buku-buku klasik itu mereka pelintir sesuai dengan selerah mereka, dan bila dibaca oleh orang-orang yang tidak tahu teks aslinya maka tidak tahu perbedaan apa yang ditulis oleh penulis karya tsb dan pensyarahnya.

Saya prihatin, melihat penerbit-penerbit milik habaib yang kurang perhatian untuk menerbitkan buku-buku yang menanggapi buku-buku mereka, hanya ada beberapa saja diantaranya yang ada perhatian seperti di Solo, oleh ustad Novel Muhammad Al-Idrus yang baru mengeluarkan beberapa buku yg mengcounter mereka. Saya kira ini permulaan yang baik.

berikut alamat darat mereka Wahabi tsb : Jl. Sultan Iskandar Muda 46 Surabaya, Jawa Timur, Telp. (031) 3298993.

Wassalam
Muhammad Assegaff
BERIKUT ARTIKEL MEREKA :

Bantahan Bagi yang Membolehkan Maulid Nabi

Sesungguhnya genderang perang antara haq (kebenaran) dan kebatilan akan terus ditabuh sampai hari kiamat kelak. Dan para dai-dai yang menyeru ke neraka jahannam akan terus memproklamirkan dan menebarkan virus-virus kesesatan di tengah-tengah umat ini dengan segala daya dan upaya. Allah ta'ala berfirman tentang nenek moyang dai-dai tersebut :
،Iblis menjawab : ،Karena engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka.،¦،¨ (QS. Al-A'araf: 17-18)

Demikian pula yang dialami oleh para Nabi, mereka selalu mendapat tantangan dari setan-setan dari kalangan manusia dan jin, Allah ta'ala berfirman :
"Dan demikianlah kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu manusia" (QS. Al-An'am : 112)

Tapi alhamdulillah, tidaklah dai-dai penyesat dan penipu umat mengeluarkan argumen-argumen dan hujjah mereka melainkan Allah telah menyingkap kebatilan mereka lewat ayat-ayat-Nya dan hadits-hadits Rasul-Nya serta lewat lisan-lisan para ulama ahli sunnah wal jama'ah. Allah ta'ala berfirman :

"Tidaklah orang-orang yang kafir itu datang kepadamu (membaca) sesuatu yang ganjil (nyeleneh), melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan paling baik penjelasannya." (QS. Al-Furqon : 33).

Nabi pernah bersabda :"Ilmu (agama) ini selalu dibawa oleh para (ulama) yang adil disetiap zaman, mereka menangkal setiap penyimpangan orang-orang extrim, (menyingkap) kedustaan orang-orang yang batil dan (membantah) penyelewengan orang-orang yang jahil/bodoh." (Hadits Hasan, lihat ،§Miftah Daaris Sa،¦adah oleh Ibnul Qoyyim I/500 Ta،¦liq dan Takhrij Syaikh Ali bin Hasan)

Pada akhir Rabi'ul Awal ini telah sampai kepada kami sebuah buletin yang bernama "Buletin Sunni" edisi Rabi'ul Awal 1426 H, yang sebenarnya lebih pantas dinamakan buletin bid'i atau sufi, karena didalamnya berisikan seruan kepada kebatilan, bid'ah dan kesyirikan sebagaimana yang akan pembaca temukan sendiri dalam ucapan mereka nanti. Di dalam buletin tersebut ada dua kebatilan yang perlu dan wajib untuk dibantah, yaitu masalah bolehnya tawassul dengan kehormatan Nabi / peninggalan (makam) Nabi dan bolehnya maulud Nabi. Adapun syubhat mereka masalah tawassul akan kita bahas pada edisi yang akan datang -insya Allah- (Lihat artikel sebelumnya, red).

Untuk melengkapi pembahasan kita di atas yang berkisar masalah maulud Nabi saw, maka kita sampaikan bantahan-bantahan -dengan meminta pertolongan kepada Allah ta'ala- terhadap syubhat-syubhat mereka yang sebenarnya lebih lemah dari sarang laba-laba, dan sebenarnya sudah basi serta sudah dibantah oleh para ulama akan tetapi mereka pura-pura tidak tahu atau tidak memahaminya. Sebagai contoh lihat kitab "Hiwar Ma'al Maliki" yang dikarang oleh Syaikh Abdullah bin Sulaiman bin Manik sebagai bantahan atas Alwi Al-Maliki dan alhamdulillah sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul "Dialog bersama Maliki". Silahkan menyimak bantahan ini dengan seksama dan dengan hati terbuka, ikhlas karena Allah serta dalam rangka mencari kebenaran.

"Dan katakanlah : Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman dan barangsiapa yang ingin kafir biarlah ia kafir. Sesungguhnya kami telah sediakan bagi orang-orang dzalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek." (QS. Al-Kahfi : 29). Na'udzu billahi min dzalik

# Mereka berkata :
Kenapa harus ada peringatan maulid? Tentu kalau kita sering membaca dan mengkaji al-Qur'an dan al-hadits jawabannya adalah jelas, antara lain karena Rasulullah, sebelum terlahirkan di dunia yang fana ini selalu diperingati sejarah hidupnya oleh Allah SWT baik secara tersurat ataupun tersirat sebagaimana yang telah disebutkan oleh beberapa ayat diatas (QS. Ali-Imran : 81 dan Al-A'araf:157).

Diantara ayat lainnya adalah :
"Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersamanya (para sahabat) bersikap keras terhadap orang-orang kafir, berkasih sayang sesama mereka : kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhoan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada wajah-wajah mereka dari bekas sujud. Demikianlah perumpamaan mereka dalam taurat dan perumpamaan mereka dalam Injil yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya،
(QS. Al-Fath : 29)

Bantahan :
1. Ucapan mereka (jawabannya adalah jelas) Apanya yang jelas??? Yang jelas dalam al-Qur'an dan Sunnah adalah tidak disyari'atkannya perayaan maulid Nabi. Dan yang jelas bagi yang sering membaca dan mengkaji al-Qur'an dan al-Hadits adalah dilarang membuat bid'ah dan setiap bid'ah dalam agama itu sesat dan kesesatan itu tempatnya neraka.

Allah berfirman :
"Apakah mereka mempunyai sesembahan-sesembahan selain Allah yangmensyari'atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?" (QS. Asy-Syuura : 42).

Dan Allah berfirman :
"Katakanlah: Apakah akan kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya." (QS. Al-Kahfi : 103-104).

Nabi bersabda:
Artinya: "Barangsiapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang tidak ada ajarannya dariku maka hal tersebut tertolak" (HR. Muslim).

Dan beliau juga bersabda :
"Hati-hatilah/jauhkan dirimu dari hal-hal baru dalam agama, karena hal-hal yang baru dalam agama itu bid'ah dan setiap bid'ah itu sesat." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dll) di dalam riwayat An-Nasa'i (dan kesesatan itu dineraka).

Itulah yang jelas bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya sedang dia menyaksikannya. "Kebenaran itu (jelas) bak mentari, mata-mata ini menyaksikannya""Akan tetapi matahari (yang jelas itu) tersembunyi bagi si buta"

2. Kita tidak mengingkari sama sekali keberadaan Rasulullah disebutkan dalam kitab Taurat dan Injil atau diperingati sejarah hidup beliau didalamnya, akan tetapi permasalahnya apakah ada dalilnya peringatan yang kalian lakukan itu, apakah ada contohnya atau anjurannya dari al-Qur'an dan Sunnah ??? bukankah ibadah itu harus ada contohnya dari Rasulullah ??? jika kalian membolehkan peringatan maulid dengan alasan karena Rasulullah saw sebelum terlahir di dunia yang fana ini selalu diperingati sejarah hidupnya oleh Allah SWTbaik secara tersurat maupun tersirat maka mengapa kok kalian tidak sekalian saja memperingati mauludnya para sahabat beliau semua? Bukankah mereka juga diperingati sejarah hidup mereka seperti dalam ayat surat al-Fath yang kalian jadikan dalil itu ???

3. Sebenarnya kalau kalian masih ada perasaan malu tentu kalian tidak berdalil dengan ayat tersebut (al-Fath : 29) untuk membolehkan perayaan maulid, kenapa ? Karena didalam ayat tersebut Allah memuji para sahabat Nabi saw, sedangkan para sahabat tidak pernah memperingati maulid nabi saw. Allah memuji mereka karena mereka tidak pernah merayakan maulid atau bid'ah bahkan mereka adalah orang-orang yang paling antusias dan paling bersemangat dalam memerangi bid'ah serta bersungguh-sungguh dalam melaksanakan sunnah Rasulullah.

Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata :
"Aku tidak pernah meninggalkan satupun dari Sunnah Rasulullah saw melainkan aku amalkan, karena aku takut jika aku meninggalkan sunnah beliau aku akan tersesat." (HR Bukhari 6/227 beserta Fathul Baari 3092-3093)

Umar bin Khottob berkata (Ketika mencium hajar aswad dikala tawaf) : "Sesungguhnya aku tahu engkau adalah batu yang tidak bisa memudharatkan dan tidak bisa memberi manfaat. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah menciummu maka aku tidak akan menciummu." (Muttafaqun 'alaihi)

Inilah para sahabat yang banyak mendapat pujian dari Allah dan Rasul-Nya, mereka tidak mau beribadah kecuali kalau sudah ada contohnya dari Rasulullah. Apakah kalian ingin mendapatkan keridho'an dan pujian Allah? Ikutilah para sahabat dan tinggalkan maulid serta bid'ah yang kalian lakukan.

Perhatikanlah firman Allah :
"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang Muhajirin & Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka & merekapun ridho kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai didalamnya, mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar" (QS. At-Taubah : 100)

Seandainya perayaan maulid itu baik dan berpahala maka merekalah yang akan merayakannya pertama kali sebelum kalian.

Setiap kebaikan itu hanya ada pada ittiba' (mengikuti salaf/sahabat)...
Dan setiap kejelekan itu hanya ada pada bid'ahnya orang khalaf/terakhir setelah salaf...

# Mereka berkata :
Disamping ayat-ayat diatas, sebenarnya peringatan maulid sejarah hidup Rasulullah adalah merupakan perintah dari Allah dan Rasul-Nya secara tersurat dan tersirat.

Bantahan :
Ini adalah tuduhan keji kalian (secara tidak langsung) kepada para sahabat dan para Imam-Imam kaum muslimin. Sejak Nabi hidup bersama para sahabat beliau sampai akhir abad keempat Hijriah tidak ada satupun yang pernah merayakan/memperingati maulid Nabi. Berarti mereka semuanya telah meninggalkan perintah Allah dan Rasul-Nya (secara tersurat dan tersirat!!!???) Inikah yang kalian tuduhkan dan yang kalian inginkan???

"Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka. Mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta." (QS.Al-Kahfi : 5).

Bahkan tuduhan inipun mengena kepada Rasulullah karena beliau adalah orang yang lebih berhak untuk merayakan mauludnya, dan beliau adalah suri tauladan kita. Apakah kalian berani mengatakan bahwa Rasulullah telah meninggalkan perintah Allah (baik secara tersurat dan tersirat)??? Jawablah dengan penuh keberanian dan kejujuran.

# Mereka juga berargumen dengan hal-hal berikut ini :
a. Rasulullah adalah karunia dan rahmat Allah yang paling agung yang dianugerahkan kepada kita. Sebagai bukti kalau Rasulullah Muhammad bin Abdillah adalah karunia dan rahmat Allah yang paling agung ialah firman Allah :

"Dan kami tidak mengutus kamu melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam." (QS. Al-Anbiya' : 107)

Bantahan :
Hal diatas sudah disepakati oleh kaum muslimin, tapi apa hubungannya dengan perayaan maulid Nabi? Bukankah ayat tersebut berkaitan dengan diutusnya Nabi bukan berkaitan dengan kelahiran beliau?? Kok pintar sekali kalian berdalil dengan ayat ini untuk membolehkan perayaan maulud Nabi, sedang ulama tafsir sendiri tidak mengerti akan tafsir kalian ini !!?? Memang kalian hebat ،K. Dalam mengarang dan mengada-ada ajaran baru dalam agama !!

# Mereka berkata : Oleh sebab itu Allah berfirman :

،§Katakanlah : ،¥Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan،¦". (QS. Yunus : 58).

Untuk menampakkan kebahagiaan atas kelahiran/datangnya Rasulullah saw banyak caranya ; orang Madinah dengan cara menabuh rebana dan melantunkan pujian ketika Rasulullah tiba di Madinah, sebagaimana dengan melantunkan syair-syair pujian untuk Rasulullah dan kita sekarang dengan mengadakan peringatan maulid atau pembacaan siroh Rasul, seperti Simthud Durar, Diba', Barzanzi, dan lain-lain. Sebagai realita untuk menjalankan perintah
Allah dalam surat Yunus ayat 58 diatas.

Bantahan :
1. Penafsiran ayat diatas yang dilakukan mereka adalah penafsiran yang menyimpang dari tafsirnya ulama salaf. Apakah Imam Thobari, Qurtubi, Ibnu katsir dll menafsirkan seperti tafsiran mereka? Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa mereka itu sebenarnya sangat menyimpang dari manhaj salaf/ulama. Ibnu katsir v berkata (tentang tafsir ayat diatas) : "Oleh karena Allah telah menurunkan kepada mereka petunjuk dan agama yang benar maka hendaklah mereka bergembira dan ini adalah suatu hal yang lebih pantas untuk mereka bergembira karenanya" (Tafsir Ibnu Katsir 2/402-403)
2. Allah ta'ala tidak pernah menyuruh hamba-hamba-Nya untuk mengkhususkan rasa gembira hanya pada perayaan maulid. Tapi Allah menyuruh mereka bergembira dengan diturunkannya petunjuk & agama yang benar ini kepada Nabi Muhammad. ("Ar-Rod Asy-Syaafii 'alal Jafri" oleh 'Adil bin Ali Al-Furaidan hal. 30)
3. Ucapan mereka : ("Untuk menampakkan kebahagiaan atas kelahiran/datangnya Rasulullah banyak cara،), kita katakan : Ya, memang banyak cara/jalan menuju ke Roma demikian juga banyak jalan menuju ke neraka, tapi jalan ke surga cuma satu yaitu jalannya Rasul dan para sahabat.

Allah berfirman :

"Inilah jalanku yang lurus maka ikutilah dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan yang banyak maka kalian akan terpecah belah dari jalan-Nya،." (QS. Al-An'am : 153).
A. Apakah sahabat pernah melakukan ritual/perayaan yang menunjukkan akan kegembiraan mereka dikala 12 Rabiul Awwal??? Jika tidak, (dan inilah kenyataannya), apakah artinya mereka tidak bergembira dengan kelahiran beliau ???
B. Ucapan kalian di timur (tentang kelahiran) sedang dalil kalian di barat (tentang sambutan dikala datang di Madinah), memang kalian ini asal ngomong aja!!
C. Apakah sahabat pernah menabuh rebana & melantunkan syair-syair pujian rutin setiap tahunnya pada 12 Rabi'ul Awal?
D. Jangan kalian samakan syair-syair pujian sahabat untuk Rasulullah yang murni dan sesuai dengan syari'at dengan pujian-pujian serta sholawat-sholawat kalian terhadap Rasulullah saw yang berlebih-lebihan bahkan sampai kepada derajat kesyirikan :

Tidakkah kalian memuji Rasulullah dalam Barzanzi dengan ucapan:
Wahai penolongku wahai pelindungku
Wahai pegangan dan harapanku
Kepadamulah aku berbaik sangka
Wahai pemberi kabar gembira dan peringatan
Wahai penolong dan pelindungku
Dikala kesempitan dan musibah
Tolonglah aku dan lindungilah aku
Wahai yang menyelamatkan dari neraka
Hambamu yang miskin (dan fakir) ini mengharap
Karuniamu yang luas dan banyak
Hapuslah dosa-dosaku ini
Ampunilah segala kesalahanku

Laa ilaaha illallahu, kalau semua hal di atas (pujian) ditujukan kepada Rasulullah, maka apa yang tersisa untuk Allah ta'ala? Tidakkah kalian pernah membaca :

"Hanya kepada Engkaulah (Ya Allah) kami beribadah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan". (QS. Al-Fatihah : 5)

Tidakkah kalian pernah mendengar :
"Katakanlah : aku berlindung kepada Rabb manusia،¨ (QS. An-Nas : 1)
"Katakanlah : aku berlindung kepada pencipta fajar" (QS. Al-Falaq : 1)

Apakah kalian tidak pernah membaca firman Allah ta'ala :
"Katakanlah : Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya. Katakanlah : Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudharatanpun kepadamu dan tidak (pula) sesuatu kemanfaatan. Katakanlah : Sesungguhnya aku sekali-kali tiada seorangpun yang dapat melindungiku dari (adzab) Allah dan sekali-kali tiada akan memperoleh tempat berlindung selain dari-Nya" (QS. Al-Jin : 20-22)

Bedakanlah wahai orang yang berakal antara bait-bait di atas dengan ayat-ayat al-Qur'an yang kami sebutkan !!! begitu pula, bedakan antara ayat-ayat tersebut dengan qosidah burdah yang juga mereka lantunkan di saat maulid :

Wahai makhluk yang termulia (Nabi) kepada siapakah aku berlindung
Jika tidak kepadamu ketika musibah besar menimpa(ku)
Jika (Nabi) tidak menolongku di hari kiamat kelak
Dengan karunianya maka aku akan tergelincir (keneraka)
Sesungguhnya dari kedermawananmu (diciptakannya) dunia dan seisinya
Dan diantara ilmumu adalah ilmu lauhul (mahfudz) dan qolam (ghoib)

Kami serahkan kepada pembaca yang budiman untuk menghukumi sendiri qosidah
burdah oleh Buushiri ini, apakah syirik atau kufur??
Coba perhatikan bait-bait yang diucapkan oleh Rasulullah dan para
sahabatnya pada perang Khondaq ini apakah sama dengan yang mereka ucapkan?
(Dan ini adalah syairnya Abdullah bin Rawahah) :

Ya Allah seandainya bukan karena Mu kami tidak mendapat petunjuk
Dan kami tidak dapat bershodaqoh dan tidak bisa sholat
Maka turunkanlah ketenangan kepada kami
Dan kokohkanlah kaki-kaki kami jika kami bertemu dengan mereka
Sesungguhnya musuh telah melampaui batas terhadap kami
Jika mereka menginginkan fitnah maka kami menolaknya

(HR. Bukhari dalam kitabul Maghoozi, bab Ghozwatul Khondaq 4106).

Bersambung ke edisi berikutnya Insya Allah...

Pencetus Pertama Maulid Nabi

A. Sejarah Perayaan Maulid
Diantara perayaan-perayaan bid'ah yang diadakan oleh kebanyakan kaum muslimin adalah perayaan maulid Nabi. Bahkan maulid Nabi ini merupakan induk dari maulid-maulid yang ada seperti maulid para wali, orang-orang sholeh, ulang tahun anak kecil dan orang tua. Maulid-maulid ini adalah perayaan yang telah di kenal oleh masyarakat sejak zaman dahulu. Dan perayaan ini bukan hanya ada pada masyarakat kaum muslimin saja tapi sudah di kenal sejak sebelum datangnya Islam. Dahulu Raja-Raja Mesir (yang bergelar Fir'aun) dan orang-orang Yunani mengadakan perayaan untuk Tuhan-Tuhan mereka,[1] 1. Al-Adab Al-Yunaani Al-Qodim...oleh DR Ali Abdul Wahid Al-Wafi hal. 131. demikian pula dengan agama-agama mereka yang lain.

Lalu perayaan-perayaan ini di warisi oleh orang-orang Kristen, di antara perayaan-perayaan yang penting bagi mereka adalah perayaan hari kelahiran Isa al-Masih q, mereka menjadikannya hariaya dan hari libur serta bersenang-senang. Mereka menyalakan lilin-lilin, membuat makanan-makanan khusus serta mengadakan hal-hal yang diharamkan.

Kemudian sebagian orang yang menisbatkan dirinya kepada agama Islam ini menjadikan hari kelahiran Nabi sebagai hari raya yang diperingati seperti orang-orang Kristen yang menjadikan hari kelahiran Isa al-Masih sebagai hariaya mereka. Maka orang-orang tersebut menyerupai orang-orang Kristen dalam perayaan dan peringatan maulid Nabi yang diadakan setiap tahun. Dari sinilah asal mula maulid Nabi sebagaimana yang dikatakan oleh as-Sakhawi : "Apabila orang-orang salib/kristen menjadikan hari kelahiran Nabi mereka sebagai hariaya maka orang Islam pun lebih dari itu" (at-Tibr al-Masbuuk Fii Dzaiissuluuk oleh as-Sakhawi)

Inilah teks penyerupaan dengan orang-orang Kristen. Sesungguhnya perayaan maulid Nabi ini menyerupai orang-orang Kristen, padahal "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk kaum itu" (HR. Abu Daud, Ahmad dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Irwaul Gholil 5/109.) Dan inilah yang dikabarkan serta yang dikhawatirkan oleh Nabi: "Sesungguhnya kalian akan mengikuti jalan-jalan orang sebelum kalian sedikit demi sedikit sampai seandainya mereka masuk kelubang biawak kalian juga akan mengikuti mereka." (HR. Bukhari dan Muslim)

B. Siapa Orang Pertama Yang Mengadakan Maulid Nabi Dalam Sejarah Islam?
Para Ulama yang mengingkari perayaan bid'ah ini telah sepakat, demikian juga dengan orang-orang yang mendukung acara bid'ah ini bahwa Nabi tidak pernah merayakan maulidnya dan juga tidak pernah menganjurkan atau memerintahkan hal ini. Para sahabat beliau, para tabi'in dan tabi'ut tabi'in yang merupakan orang-orang terbaik umat ini serta yang paling bersemangat mengikuti Sunnah Nabi mereka semuanya tidak pernah merayakan maulid. Tiga generasi umat Islam yang telah diekomendasi oleh Nabi berlalu dan tidak di temui pada saat-saat itu perayaan-perayaan maulid ini. Tapi ketika Daulah Fatimiyyah di Mesir berdiri pada akhir abad keempat muncullah perayaan atau peringatan maulid Nabi yang pertama dalam sejarah Islam,2 2. Al-A'yad wa atsaruha alal Muslimin oleh DR. Sulaiman bin Salim As-Suhaimi hal. 285-287. sebagaimana hal ini dikatakan oleh al-Migrizii 3
3. Dia adalah pendukung kelompok Ubeid Al-Qoddah (Ubeidyyin). Dia bernama Ahmad bin Ali bin abdul Qodir bin Muhammad bin Ibrahim al-Husaini al-Ubeidi. Lahir pada tahun 766 H. dalam kitabnya "Al-Mawa'idz wal i'tibar bidzikri al-Khuthoth wal Aatsar" : Dahulu para Kholifah/penguasa Fatimiyyin selalu mengadakan perayaan-perayaan setiap tahunnya, diantaranya adalah perayaan tahun baru, Asy-Syura, Maulid Nabi, Maulid Ali bin Abi Thalib a, Maulid Hasan dan Husein, Maulid Fatimah dll. (Al-Khuthoth 1/490)

C. Kilas Balik Pelopor Pertama Maulid Nabi
Pada tahun 317 H muncul di Maroko sebuah kelompok yang di kenal dengan Fatimiyyun (pengaku keturunan Fatimah binti Ali bin Abi Tholib) yang di pelopori oleh Abu Muhammad Ubeidullah bin Maimun al-Qoddah. Dia adalah seorang Yahudi yang berprofesi sebagai tukang wenter, dia pura-pura masuk ke dalam Islam lalu pergi ke Silmiyah negeri Maroko. Kemudian dia mengaku sebagai keturunan Fatimah binti Ali bin Abi Tholib dan hal ini pun di
percaya dengan mudah oleh orang-orang di Maroko hingga dia memiliki kekuasaan.

Ibnu Kholkhon4 4. Dia adalah Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim bin Kholkhon, pengikut madzhab Syafi'i. Dia dilahirkan tahun 608 H. Seorang ahli sastra Arab dan penyair. Beliau meninggal pada tahun 681 H dan disemayamkan di Damaskus (Pent). berkata tentang nasab Ubeidillah bin Maimun al-Qoddah : "Semua Ulama sepakat untuk mengingkari silsilah nasab keturunannya dan mereka semua mengatakan bahwa, semua yang menisbatkan dirinya kepada Fatimiyyun adalah pendusta. Sesungguhnya mereka itu berasal dari Yahudi dari Silmiyah negeri Syam dari keturunan al-Qoddah. Ubeidillah binasa pada tahun 322 H, tapi keturunannya yang bernama al-Mu'iz bisa berkuasa di Mesir dan kekuasan Ubeidiyyun atau Fatimiyyun ini bisa bertahan hingga 2 abad lamanya hingga mereka dibinasakan oleh Sholahuddin al-Ayubi pada tahun 546 H." 5 5. Lihat Firoq Mu'ashiroh oleh DR Gholib Al-'Awajih 2/493-494.

Perlu diketahui bahwa kelompok Bathiniyah ini memiliki beberapa nama / sekte. Diantaranya : Nushairiyah, Duruz, Qoromithoh (Ubeidiyyin/Fathimiyyin), Ibahiyah, Isma'iliyah dll. Perlu diketahui bahwa Maimun al-Qoddah ini adalah pendiri madzhab/aliran Bathiniyyah yang didirikan untuk menghancurkan Islam dari dalam. Aqidah mereka sudah keluar dari Islam bahkan mereka lebih sesat dan lebih berbahaya dari Yahudi dan Nasrani. Tidak ada yang bisa membuktikan akan hal ini kecuali sejarah mereka yang bengis dan kejam terhadap kaum muslimin, diantaranya : pada tahun 317 H ketika mereka telah sangat berkuasa dan bisa sampai ke Ka'bah mereka membunuh jama'ah haji yang sedang berthowaf pada hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah). Mereka jadikan Masjid Haram dan Ka'bah lautan darah di bawah kepemimpinan dedengkot mereka Abu Thohir al-Janaabi.

Abu Thohir ketika pembantaian ini duduk di atas pintu Ka'bah menyaksikan pembunuhan terhadap kaum muslimin/jama'ah haji di Masjid Haram dan dibulan haram/suci. Dia mengatakan : "Akulah Allah, Akulah Allah, Akulah yang menciptakan dan Akulah yang membinasakan" -Mahasuci Allah dari apa yang ia katakan -. Tidak ada seorang yang thowaf dan bergantung di Kiswah Ka'bah melainkan mereka bunuh satu persatu.

Setelah itu mereka buang jasad-jasad tersebut ke sumur zam-zam. Dan mereka cungkil pintu Ka'bah dan mereka sobek kiswah Ka'bah serta mereka ambil hajar aswad dengan paksa. Pemimpin mereka (Abu Thohir) ketika melakukan hal tersebut dia mengatakan : "Dimana itu burung (Ababil), mana itu batu-batu yang (di buat melempar Abrahah)???" Mereka menyimpan hajar aswad di Mesir selama 22 tahun.6 6. Lihat Bidayah wan Nihayah hal. 160-161 oleh Ibnu Katsir. Ini adalah gambaran singkat kekufuran Bathiniyyah

D. Bagaimana Pendapat Ulama Tentang Kelompok Bathiniyyah (Fatimiyyun)???
Imam Abdul Qohir al-Baghdady (meninggal tahun 429 H) v berkata : "Madzhab Bathiniyyah bukan dari Islam, tapi dia dari kelompok Majusi (penyembah api)7. 7. Al-Farqu bainal Firoq oleh al-Baghdady hal. 22 Beliau juga berkata : "Ketahuilah bahwa bahayanya Bathiniyyah ini terhadap kaum muslimin lebih besar dari pada bahayanya Yahudi, Nasrani, Majusi serta dari semua orang kafir bahkan lebih dahsyat dari bahayanya Dajjal yang akan muncul di akhir zaman." 8 8. Ibid hal.282
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah v mengatakan : "Sesungguhnya Bathiniyyah itu orang yang paling fasik dan kafir. Barangsiapa yang mengira bahwa mereka itu orang yang beriman dan bertakwa serta membenarkan silsilah nasab mereka (pengakuan mereka dari keturunan ahli bait/Ali bin Abi Tholib,-pent) maka orang tersebut telah bersaksi tanpa ilmu. Allah
berfirman :
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya" (QS. Al-Isra: 36)

Dan Allah berfirman :"Kecuali orang yang bersaksi dengan kebenaran sedang dia mengetahui" (QS.Az-Zukhruf : 86)
Para Ulama telah sepakat bahwa mereka adalah orang-orang zindik dan munafik. Mereka menampakkan ke-Islaman dan menyembunyikan kekufuran. Para Ulama juga sepakat bahwa pengakuan nasab mereka dari silsilah ahlul bait tidaklah benar. Para Ulama juga mengatakan bahwa mereka itu berasal dari keturunan Majusi dan Yahudi. Hal ini sudah tidak asing lagi bagi Ulama dari setiap madzhab baik Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah, maupun Hanabilah serta ahli hadits, ahli kalam, pakar nasab dll (Majmu Fatawa oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah 35/120-132)

Kesimpulan :
Jadi pelopor bid'ah maulid Nabi adalah kelompok Bathiniyyah 9 9. Ini pendapat yang kuat. Adapun yang mengatakan bahwa maulid tersebut dimulai tahun 604 H oleh Malik Mudoffar Abu Sa'id Kukburi maka ini tidak menafikan hal diatas karena awal maulid tahun 604 H ini di Mushil saja, adapun secara mutlak maka Bathiniyyahlah pencetus pertama Maulid Nabi didunia, khususnya di Mesir. (Lihat kitab "Al-Bida' Al-Hauliyah" dan "Al-A'yad wa Atsaruha). yang mereka mempunyai cita-cita untuk merubah agama Islam ini dan memasukkan hal-hal yang bukan dari agama agar menjauhkan kaum muslimin dari agama yang benar ini. Menyibukkan manusia dari bid'ah (perayaan-perayaan bid'ah seperti maulid) adalah salah satu jalan yang mudah untuk mematikan Sunnah Nabi dan menjauhkan manusia dari syari'at Allah. 10 10 "Al-Bida' Al-Hauliyah" Hal. 145, oleh Abdullah bin Abdul Aziz at-Tuwaijiry.





























Hukum Mengkafirkan Sesama Muslim


Saudaraku, di akhir zaman ini, banyak orang yang belum mengetahui dan memahami hal-hal yang dapat menyebabkan seseorang menjadi musyrik;  kufur; murtad; keluar dari Islam.  Ketidaktahuan ini telah membuat banyak  orang mengucapkan kalimat-kalimat yang dapat membuat mereka keluar dari Islam tanpa mereka sadari.  Permasalahan ini sangat berbahaya, karena ia menyangkut keislaman kita. Para ulama menyebutkan bahwa seseorang yang  tidak mengenal keburukan (kejahatan), maka dia akan terjerumus ke dalamnya.   Oleh karena itu, dalam bab ini, kami akan mencoba membahas permasalahan  syirik dan murtad ini secara ringkas, padat dan mengena.

Hukum Memusyrikkan atau Mengkafirkan Seseorang
Kemusyrikan atau kekufuran merupakan sebuah dosa yang tidak terampuni kecuali dengan kembali memeluk Islam dan mengesakan Allâh SWT.   Penyakit yang berbahaya ini tentunya harus kita kenal dan hindari, agar kita  selamat dari siksa pedih yang abadi.  Sayangnya, tidak banyak orang yang  benar-benar mempelajari permasalahan ini dengan tuntas.  Akibatnya, hanya karena memiliki perbedaan pemahaman dalam tata cara beribadah, tidak sedikit  orang yang terlalu mudah melontarkan kalimat, "Dia musyrik" atau "Kamu  musyrik' "Itu perbuatan syirik" dan sejenisnya kepada seorang Muslim yang taat beribadah dan beriman kepada Allâh.  Padahal dalam sebuah Hadis  Rasûlullâh saw bersabda:

" Jika seseorang mengkafirkan saudaranya (sesama Muslim), maka salah  satu di antara keduanya akan menjadi kufur."  (HR Muslim)

"Jika seseorang berkata kepada saudaranya (sesama Muslim) 'Hai Kafir',  maka salah satu di antara keduanya akan kufur."  (HR Bukhârî)

Rasûlullâh saw telah mendidik para sahabat untuk tidak menuduh seseorang sebagai kafir dan tidak pula melaknat seorang Muslim yang bermaksiat.  Rasûlullâh saw bersabda:
"Tiga hal yang menjadi dasar iman, (pertama) adalah mencegah diri  untuk tidak menyakiti orang yang telah mengucapkan tidak ada Tuhan kecuali  Allâh (seorang Muslim).  Kita tidak mengkafirkannya karena sebuah dosa dan  tidak mengeluarkannya dari Islam karena sebuah perbuatan (amal).  (Kedua),  jihad telah berlaku sejak Allâh mengutusku hingga nanti umatku yang paling  akhir memerangi Dajjâl.  Kedzaliman orang yang dzalim maupun keadilan orang  yang adil tidak akan dapat menghalanginya.  (Ketiga), iman kepada berbagai takdir."  (HR Abû Dâwûd)

Sayidina 'Umar bin Khaththâb ra menceritakan bahwa di zaman Nabi  saw ada seorang lelaki bernama 'Abdullâh yang suka menghibur Nabi saw. Ia  kecanduan minuman keras dan sudah beberapa kali dihukum cambuk.  Suatu hari,  ketika sedang menjalani hukuman cambuk, seseorang berkata, "Ya Allâh,  laknatlah dia, betapa sering ia menjalani hukuman cambuk ini."  Mendengar laknat tersebut, Rasûlullâh saw segera bersabda:
"Jangan kalian melaknatnya. Demi Allâh, sepengetahuanku dia adalah seorang
yang mencintai Allâh dan Rasul-Nya."  (HR Bukhârî)

Kita tentunya masih ingat kisah Usâmah bin Zaid yang ditegur oleh Rasûlullâh saw karena membunuh seseorang yang mengucapkan kalimat syahadat.  Pada  saat itu Usâmah dan sejumlah sahabat lainnya diutus Rasûlullâh saw menuju  sebuah daerah.  Di sana terjadilah peperangan.  Ketika peperangan sedang berkecamuk, Usâmah dan seorang Anshâr berhasil mengepung seorang musuh. Ketika akan dibunuh, tiba-tiba orang tersebut mengucapkan kalimat  syahadat. Mendengar kalimat itu, sahabat Anshâr tidak jadi membunuhnya, tetapi  Usâmah bin Zaid menikamnya hingga tewas dengan ujung tombaknya. Ketika  mendengar peristiwa tersebut, Rasûlullâh saw berkata kepada Usâmah, "Apakah kau membunuhnya setelah dia mengucapkan Lâ Ilâ ha Illallâh (tidak ada Tuhan kecuali Allâh)?"  Usâmah menyampaikan alasannya kepada Rasûlullâh saw mengapa ia tetap membunuh orang tersebut.  Ia berkata, "Wahai  Rasûlullâh, ia ucapkan kalimat itu hanya untuk melindungi dirinya dariku."  Tetapi, Rasûlullâh saw tetap mengulang-ulangi pertanyaannya berikut:
"Apakah kau membunuhnya setelah dia mengucapkan tidak ada Tuhan  kecuali Allâh?"

Bahkan dalam riwayat lain Rasûlullâh saw bertanya kepada Usâmah,  "Apakah Kau telah membelah dadanya sehingga kau tahu dia telah mengucapkan kalimat  itu atau tidak?"  (HR Bukhârî, Muslim dan Ahmad)

Setelah menyimak keterangan di atas, maka hendaknya kita tidak  terlalu Mudah menyebut atau menuduh seorang Muslim sebagai Musyrik atau kafir.  Kita  harus mempelajari terlebih dahulu kedudukan perbuatannya dalam syariat,  sehingga tidak terjerumus dalam kekufuran karena mengkafirkan atau memusyrikkan Muslim yang lain.

Saudaraku, sebenarnya Rasûlullâh saw tidak pernah khawatir umatnya  akan menjadi musyrik.  Yang beliau khawatirkan adalah kita akan terlalu  mencintai dunia dan berlomba-lomba untuk memperebutkannya. Rasûlullâh saw  bersabda:
"Sesungguhnya aku tidak takut (tidak khawatir) kalian akan menjadi musyrik (menyekutukan Allâh sepeninggalku nanti), akan tetapi aku takut  (khawatir) kalian akan berlomba-lomba memperebutkan dunia." (HR Bukhârî, Muslim  dan Ahmad)

Bagaimana Seseorang Dapat Disebut Sebagai Musyrik Atau Kafir
Saudaraku, perbedaan antara syirik dengan iman sangatlah tipis. Seorang yang ke dokter dan meminum obat darinya dengan keyakinan bahwa  si dokter dan obat itulah yang menyembuhkannya, maka dia telah syirik.  Sebab dia telah meyakini bahwa ada yang mampu memberikan kesembuhan selain  Allâh. Tetapi, jika dia pergi ke dokter dan meminum obat dengan keyakinan yang  Maha Penyembuh hanya Allâh sedangkan dokter dan obat hanyalah sarana yang harus ia jalani, maka dia telah melakukan sebuah ibadah.  Sebab, berobat  merupakan salah satu perintah Rasûlullâh saw.

Lihatlah, begitu tipis perbedaan antara syirik dan ibadah.  Syirik seperti di atas hanya Allâh yang dapat mengetahuinya, sebab letaknya di dalam  hati. Kita tidak boleh menuduh seseorang yang pergi ke dokter sebagai seorang  yang musyrik, sebab, kita tidak pernah mengetahui isi hatinya, apa niatnya.  Jika memang dia menyatakan bahwa hanya dokter yang dapat menyembuhkan  penyakitnya dan bukan Allâh, maka barulah kita dapat menyatakan bahwa ia  nyata-nyata telah kufur dan musyrik. Agar tidak terjerumus dalam kesalahan besar  karena menyebut seseorang telah musyrik, maka kita harus mengetahui perbuatan bagaimana yang dapat dihukumi sebagai sebuah kemusyrikan dan pelakunya sebagai seorang yang musyrik.  Dalam buku Mafâhim Yajibu An Tushah hah, Almarhûm Prof. Dr. Muhammad bin 'Alwî Al-Mâlikî Al-Hasanî rhm mengutip pendapat Sayid Ahmad Masyhûr Al-Haddâd yang berbunyi:
Para ulama sepakat menyatakan bahwa kita tidak boleh mengkafirkan seorang ahli kiblat (Muslim) kecuali jika:
Ia tidak mengakui keberadaan Allâh yang Maha Pencipta, Maha  Kuasa, Maha Agung dan Maha Tinggi.
Ia telah melakukan perbuatan yang nyata-nyata syirik, perbuatan  yang tidak dapat ditakwilkan (diartikan lain).[1]
Ia mengingkari seorang Nabi.
Ia mengingkari sesuatu yang telah jelas disebutkan oleh syariat.
Ia mengingkari sesuatu yang diriwayatkan secara mutawâtir (diriwayatkan oleh banyak sahabat dari sekelompok sahabat lainnya).
Ia mengingkari suatu bagian dari ajaran Islam yang telah  disepakati.

Hal-hal yang disebutkan oleh syariat dengan jelas misalnya adalah  keesaan Allâh, masalah kenabian, keyakinan bahwa Rasûlullâh saw adalah penutup  para Rasul, keyakinan bahwa kebangkitan terjadi di hari akhir, masalah hisâb (hari perhitungan), hari pembalasan, Surga dan Neraka.  Orang yang mengingkari keberadaan hal-hal tersebut di atas, maka dia telah kufur.

Setiap Muslim harus mengetahui semua hal yang dapat menyebabkan kekufuran, kecuali jika dia baru masuk Islam.  Seorang yang baru masuk Islam  diberi kesempatan selama beberapa waktu untuk mempelajarinya, setelah itu  tidak ada alasan lagi baginya.[2]
----------------------------------------------------------------------------
[1]Misalnya nyata-nyata menyembah matahari, bulan, patung dan  sejenisnya.
[2] Lihat Muhammad bin 'Alwî Al-Mâlikî Al-Hasanî, Mafâhim Yajibu An  Tushah hah, cet.X, Dârul Auqâf Was Syu`ûn Al-Islâmiyyah, Dubai, 1995, hal.72.







Sejarah Kelam Salafi

Oleh: Abu Rifa al-Puari
Publikasi 28/03/2004

hayatulislam.net - Dalam beberapa artikel sebelumnya, kita telah memperoleh penjelasan bahwa salafi merasa dirinya paling benar, selamat dan masuk syurga (Karakter 1), sehingga hanya salafi saja golongan yang boleh eksis didunia. Sedangkan golongan lain sesat, bid'ah dan tidak selamat sehingga layak dicela dan jangan diungkapkan secuil-pun kebaikannya (Karakater 2).

"Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya tentang golongan yang selamat, dia berkata: `Mereka adalah para ulama salaf. Dan setiap orang yang mengikuti jalan para salafush-shalih'" (lihat 1).

Tentu yang mereka maksudkan dengan "jalan para salafush-shalih" adalah golongan SALAFI, bukan golongan-golongan yang lain!

Tentu kita penasaran, darimana berasal golongan yang demikian gencarnya mempromosikan dirinya paling benar dan semua golongan yang lain salah, sesat dan bid'ah sehingga layak dicela ini? Kapankah golongan ini didirikan, siapa saja pendirinya dan bagaimana sejarah berdirinya? Mari kita telaah satu persatu pertanyaan yang mengganjal tersebut.

Salafi Sudah Ada Sejak Nabi Adam AS?
Salafi meyakini bahwa golongan mereka telah ada semenjak manusia pertama, yakni Nabi Adam AS.

"Dengan demikian, Da'wah Salafiyyah adalah da'wahnya seluruh Nabi, mulai dari Nabi Nuh sebagai Rasul pertama sampai dengan Nabi Muhammad yang merupakan Nabi dan Rasul terakhir yang diutus kepada umat manusia, semoga damai dan rahmat Allah selalu tercurah bagi mereka semua. Maka sejarah dari Da'wah Salafiyyah dimulai sejak dari Nabi pertama. Hal ini bahkan ada yang mengatakan bahwa dimulainya Da'wah Salafiyyah ini dimulai dari Nabi Adam 'alaihis Salam, sebab da'wah ini adalah da'wah yang murni. Dan Da'wah Salafiyyah adalah  da'wah dalam rangka memahami Al Qur'an dan As Sunnah, sebagaiman Allah dan Rasul-Nya telah memerintahkan umat ini untuk melakukan hal tersebut. Da'wah ini dilakukan atas perintah dari Allah dan Rasul- nya kepada kita guna mendapatkan pahala yang akan diberikan oleh Allah. Dan da'wah ini menjauhkan kita dari apa-apa yang telah Allah dan Rasul-Nya larang untuk dilakukan, karena takutnya pada siksa dari Allah. Jadi, sejarah dimulainya Da'wah Salafiyyah ini adalah tidak hanya terjadi sejak satu abad, dua abad atau lima abad yang lalu. Sedangkan da'wah yang dimulai pada periode waktu tertentu adalah da'wah yang dilakukan oleh berbagai kelompok-kelompok sesat, seperti Ikhwanul Muslimin, Jama'ah Tabligh, Hizbut Tahrir, Sururiyyah/Qutubiyyah dan selainnya dari berbagai macam kelompok da'wah yang baru bermunculan. Itulah hal pertama yang ingin saya jelaskan" (lihat 2).

Dengan pernyataan salafi sebagai golongan yang telah ada semenjak da'wah Nabi Adam AS dan diteruskan para Nabi sesudahnya maka inilah golongan tertua didunia, golongan yang telah lahir semenjak Nabi Adam AS dilahirkan dan diutus oleh Allah SWT sebagai manusia pertama.

Mungkin anda akan tertegun sejenak, bukankah pernyataan salafi yang menyatakan bahwa salafi telah ada semenjak Nabi Adam AS menunjukkan sikap arogan yang luar biasa. Dengan pernyataan keberadaan salafi sebagai da'wah awal para Nabi, sehingga salafi menjadi golongan tertua dunia, maka tidak ada peluang sekecil apapun golongan lain menyatakan bahwa golongan merekalah yang benar. Karena salafi menyatakan bahwa merekalah golongan yang paling benar, ajarannya murni dan telah dimulai semenjak keberadaan Nabi Adam AS.

Sikap arogan salafi ini diperkuat lagi bahwa salafi adalah Islam itu sendiri, artinya jika anda seorang muslim maka anda harus mengaku sebagai salafi, jika tidak maka mungkin keislaman anda diragukan. Anda tidak cukup mengaku muslim, karena orang syi'ah juga mengaku muslim. Anda tidak cukup mengaku muslim berdasarkan Al-Quran dan sunnah, karena orang Asy'ari juga mengaku hal yang sama. Maka anda harus mengaku salafi, maka inilah yang benar, selamat dan masuk syurga, sedangkan yang lain sesat dan bid'ah. Saya tidak tahu persis, apakah Nabi Adam AS pernah mengaku sebagai salafi atau bukan?

Dan diharuskan mempunyai penisbatan yang membedakan pada zaman ini, sehingga tidak cukup kita katakan, "Saya muslim" atau, "Madzab saya muslim!" Sebab semua kelompok-kelompok mengatakan demikian, baik Rafidhi (Syi'i), Ibadi (Khowarij), Qodyani (Ahmadiyyah) dan firqoh-firqoh selain mereka! Maka apa yang membedakan kamu dengan mereka (kelompok-kelompok ) tersebut?

Kalau engkau berkata, "Saya muslim berdasarkan Al Qur'an dan As Sunna" maka pernyataan seperti itu tidak cukup. Sebab orang-orang yang berada pada kelompok, baik itu Asy'ari, Maturidy, dan golongan- golongan lain mengaku mengikuti kedua dasar tersebut (Al Qur'an dan As Sunnah).

Dan tidak diragukan lagi bahwa nama yang jelas dan terang yang dapat membedakan dengan yang lainnya adalah kita katakan, "saya seorang muslim berdasarkan Al Kitab dan as Sunnah, mencocoki dengan cara atau metode (manhaj) salafus shalih". Yakni cukup engkau katakan, "saya salafi!" (lihat 10).

Bukanlah tiap orang berhak-baik seorang alim ataupun penuntut ilmu- untuk mengeluarkan ataupun memasukkan seseorang kedalam salafiyyah. Karena salafiyyah bukanah perusahaan, yayasan sosial, ataupun partai politik. Salafiyyah adalah Islam itu sendiri (lihat 13).

Lantas betulkah salafi telah ada semenjak Nabi Adam AS?, darimanakah sebetulnya salafi berasal?

Dimulai Dari Muhammad bin Abdul Wahab
Pemikiran para salaf dimulai pada abad ke-4 H, disaat ulama-ulama Madzhab Hanbali yang pemikirannya bermuara pada Imam Ahmad bin Hanbal. Madzhab ini menghidupkan aqidah ulama salaf dan memerangi paham lainnya.

Golongan ini kemudian muncul kembali pada abad ke-7 H dengan kemunculan Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah, Ibnu Taimiyah menambahkan beberapa hal pemikiran Hanbali sesuai kondisi zamannya. Ibnu Taimiyah ditangkap dan dipenjara beberapa kali, pada tahun 726 H beliau dipenjara kembali karena perdebatan mendatangi kuburan nabi dan orang-orang shalih, akhirnya beliau meninggal dipenjara Damaskus pada tahun 20 Dzulhijjah 728 H dan selama dipenjara ditemani murid beliau Ibnul Qayyim Al-Jauziyah.

Selanjutnya pada abad ke-12 H pemikiran serupa muncul kembali di Jazirah Arab yang dihidupkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab, yang selanjutnya disebut kaum Wahabi (lihat 3, hal 225; lihat 4, hal 61; lihat 6).

Muhammad bin Abdul Wahab mempunyai nama lengkap Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman bin Ali bin Ahmad bin Rasyid bin Buraid bin Muhammad bin Buraid bin Musyarraf, dilahirkan di negeri Uyainah pada tahun 1115 H. Daerah Uyainah ini terletak di wilayah Yamamah yang masih termasuk bagian dari Najd. Letaknya berada di bagian barat laut dari kota Riyadh yang jaraknya (jarak antara Uyainah dan Riyadh) lebih kurang 70 km. Beliau belajar kepada ulama bermadzhab Hanbali di Bashrah ( lihat 5).

Sehingga diyakini da'wah Salafi dimulai dengan kemunculan Muhammad bin Abdul Wahab ini, aliran Wahabi (Wahabiyyah) sebagai sumber pemikirannya. Wahabiyyah muncul atas reaksi terhadap sikap pengkultusan dalam bentuk mencari keberkatan dari orang-orang tertentu melalui ziarah kubur, disamping bid'ah yang mendominasi tempat kegamaan dan aktifitas duniawi. Pada hakikatnya Wahabiyyah tidak membawa pemikiran baru tentang aqidah, mereka hanya mengamalkan apa yang telah dikemukan oleh Ibnu Taimiyah dalam bentuk yang lebih keras, dibandingkan apa yang telah diamalkan oleh Ibnu Taimiyah sendiri. Mereka menertibkan berbagai hal yang tidak pernah disinggung oleh Ibnu Taimiyah.

Kaum wahabi menghancurkan kuburan-kuburan sahabat dan meratakannya dengan tanah, tindakan wahabi berdasarkan sabda Nabi saw mengingkari tindakan Bani Israil yang menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai mesjid. Kaum wahabi juga melarang mengganti kain penutup raudhah dengan alasan bid'ah, sehingga kain itu menjadi usang, kotor dan tidak enak dipandang mata.

Kaum wahabi (yang berpusat di Riyadh) dengan bantuan Inggris melakukan pembangkangan bersenjata (peperangan) terhadap kekhilafahan Utsmaniyah, Inggris memberikan bantuan dana dan senjata kepada kaum wahabi dan dikirim melalui India. Mereka berusaha merampas wilayah-wilayah yang dikuasai oleh kekhilafahan Utsmaniyah agar mereka bisa mengatur wilayah tersebut sesuai dengan paham wahabi, kemudian mereka menghilangkan madzhab lain dengan kekerasan. Sehingga kaum wahabi mengalami penentangan dan bantahan yang bertubi- tubi dari para ulama, pemimpin dan tokoh masyarakat yang menganggap pendapat wahabi bertentangan dengan pemahamam kitabullah dan sunnah.

Da'wah kaum wahabi ini tidak diterima oleh umat, sehingga kata `wahabi' menjadi momok tersendiri di tengah-tengah umat.

Apa sebenarnya Wahhabi itu? Mengapa mereka begitu benci setengah mati terhadap Wahhabi? Sehingga buku-buku yang membicarakan Muhammad bin Abdul Wahhab mencapai 80 kitab atau lebih. Api kebencian mereka begitu membara hingga salah seorang di antara mereka mengatakan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bukan anak manusia, melainkan anak setan, Subhanallah, adakah kebohongan setelah kebohogan ini? (lihat 11).

Sehingga dengan cara yang unik ulama wahabi menjelaskan makna kata `wahabi' berasal dari asma Allah SWT, meskipun awalnya memang wahabi berasal dari kata Muhammad bin Abdul Wahab.

"Orang-orang bodoh seperti mereka tidak mengetahui bahwa `wahabi' dinisbatkan kepada `Al-wahab'. Adalah salah satu dari asma Allah yang telah memberikan kepada umat manusia ajaran tauhid murni dan menjanjikan syurga kepada mereka" (lihat 1, hal 85).

Kaum wahabi tahun 1788 M menyerang dan menduduki Kuwait serta mengepung Baghdad, tahun 1803 menyerang dan menduduki Makkah. Pada tahun 1804 menduduki Madinah dan menghancurkan kubah besar yang digunakan untuk menaungi makam Rasulullah saw, mempreteli seluruh batu perhiasan dan ornamennya yang sangat berharga. Setelah menguasai seluruh daerah Hijaz, mereka begerak kedaerah Syam, tahun 1810 menyerang Damaskus dan Najaf. Kekhilafahan Utsmaniyah mengerahkan kekuatan menghadapinya tetapi tidak berhasil, sehingga kekhilafahan Utsmaniyah meminta bantuan Gubernur Mesir Muhammad Ali, Muhammad Ali mengutus anaknya Thassun untuk memerangi kaum wahabi dan berhasil menghancurkan Wahabi pada tahun 1818 M, ketika itulah kekuatan senjata wahabi mulai surut dan hanya tinggal beberapa kabilah saja (lihat 3, hal 251-254).

Tetapi dengan bantuan Inggris akhirnya kaum wahabi berhasil melepaskan diri dari kekhilafahan Ustmaniyah, mereka mendirikan kerajaan yang turun temurun diperintah oleh Ibnu Saud dan kerajaan hanya menggunakan paham wahabi hingga kini. Sangat nyata taktik yang dilakukan oleh Inggris dalam mencerai-beraikan kekhilafahan Utsmaniyah, yakni dengan mempertentangkan wahabi dengan madzhab lainnya (adu domba), sehingga wilayah-wilayah tersebut lepas dari genggaman kekhilafahan Utsmaniyah dan Inggris dapat menguasainya secara politik.

Begitulah, kaum wahabi menyebarluaskan paham mereka melalui peperangan bersenjata, mengacungkan pedang kepada khalifah, menyerang kaum muslimin didaerah Arab, Iraq, Syam dan Kuwait, memaksa kaum muslimin didaerah yang mereka kuasai untuk menanggalkan madzhab mereka dan menggunakan paham wahabi saja, karena mereka meyakini bahwa hanya paham wahabi yang boleh eksis didunia.

Mereka tidak lagi mempedulikan boleh tidaknya berkolaborasi dengan kaum kuffar (Inggris), padahal Rasulullah saw memperingatkan kita agar berhati-hati dengan orang-orang kafir, jangan menjadikan mereka sebagai teman dekat (teman kepercayaan) dan jangan jadikan mereka sebagai wali. Tetapi mereka mengabaikan semua itu dengan alasan menjalankan sunnah Rasulullah Saw, mengaku ahlus-sunnah tetapi dengan menentangnya, bagaimana bisa?

Siapa saja diantara kalian mengambil mereka (orang-orang kafir) sebagai wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim. (Qs. al-Maa'idah [5]: 51).

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang diluar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. (Qs. Ali- 'Imraan [3]: 118).

Tindakan kaum wahabi membangkang dan mengacungkan pedang kepada khalifah dari kekhilafahan Utsmaniyah, sungguh pembangkangan yang nyata kepada seorang Khalifah yang telah diangkat kaum muslimin, dalam hukum syara' ini disebut bughat. Pelaku bughat harus diperangi oleh Khalifah, sampai mereka kembali tunduk kepada khalifah.

Jika ada dua golongan dari orang-orang Mukmin berperang maka damaikanlah keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Qs. al-Hujuraat [49]: 9).

Sangat kontradiksi dengan pembangkangan wahabi terhadap kekhilafahan Utsmaniyah, dimana saat ini salafi tidak berani menentang penguasa sekuler ditempat mereka menetap, mereka menggunakan ayat lain yang menyatakan ketaatannya kepada penguasa sekuler itu,
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, serta ulil amri diantara kalian. (Qs. an-Nisaa' [4]: 59).

Sungguh ironis, mereka membangkang kepada kekhilafahan Utsmaniyah yang menjalankan hukum Islam, tetapi saat ini mereka bemesraan dengan para penguasa sekuler menentang hukum Islam ditempat mereka menetap, baik penguasa kerajaan, presiden, maupun diktator militer. Salafi meyakini harus ta'at kepada penguasa sekuler, meskipun ia telah berbuat dzalim kepada rakyatnya dan bermaksiat kepada Allah SWT dengan tidak menerapkan hukum-hukum Allah SWT.

"Oleh karena itu janganlah kita membuka kesalahan mereka (hukam) dimuka umum dan `melepaskan tangan' untuk tidak taat kepada mereka. Walaupun mereka telah menyimpang, berbuat dzalim dan bermaksiat, asal tidak berbuat kekufuran secara terang-terangan, sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah Saw. Jika mereka berbuat maksiat, penganiayaan dan kelaliman, maka hendaklah sabar dalam menaati mereka" (lihat 8, hal 43-44).

Padahal Rasulullah Saw bepesan dalam hadits shahih bahwa tidak ada ketaatan kepada makhluk selagi bermaksiat kepada Allah SWT,
Tidak ada ketaatan kepada seseorang dalam hal kemaksiatan kepada Allah. Sesungguhnya ketaatan itu dalam hal kebaikan. [HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan An-Nasa'i].

Ketaatan itu hanyalah dalam perkara yang ma'ruf. [HR Bukhari dan Muslim].

Sungguh bertentangan sikap salafi terhadap penguasa sekuler dengan sikap yang diajarkan Rasulullah Saw kepada kita. Sikap yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah Saw ini dilakukan salafi untuk kepentingan da'wah mereka, mereka lebih mengutamakan dunianya dari pada akhiratnya. Mengaku ahlus-sunnah tetapi dengan menentangnya, bagaimana bisa?

"Adapun menyiarkan dan menyebarkan kesalahan-kesalahan penguasa (walaupun mereka benar-benar berbuat salah) diatas mimbar-mimbar serta memprovokasi masyarakat baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, dapat menimbulkan fitnah (malapetaka) yang merugikan dakwah Ahlus Sunnah wal-jamaah" (lihat 9, hal 40).

Salafi juga merestui pemimpin wanita yang nyata-nyata tidak direstui oleh Rasulllah Saw dalam sebuah hadits shahih-nya, salafi memahaminya sebagai realita dan mencoba-mencoba disesuaikan dengan syari'at. Ini sungguh sikap pramatis dan menyalahi kaidah dalam menetapkan hukum syari'at, yakni menjadi realitas sebagai sumber hukum. Seharusnya, realitas adalah objek hukum bukan sebagai sumber hukum. Mengaku ahlus-sunnah tetapi dengan menentangnya, bagaimana bisa?

"Tidak akan berjaya suatu kaum yang dipimpin oleh seorang wanita" adalah hadis shahih, walaupun realita sekarang kita lihat banyak wanita yang menjadi pemimpin, dalam hal ini kita diperintahkan untuk melihat realita dan menyesuaikan dengan syariat. Jika pemimpin wanita ini memerintahkan untuk taat kepada Allah maka dia wajib dipatuhi, sebaliknya jika dia memerintahkan untuk kemaksiatan maka kita tidak akan patuh kepadanya (lihat 12).

Sehingga dapat kita maklumi kenapa salafi aman-aman saja dan aktifis da'wah mereka tidak ditangkapi ketika berda'wah dinegeri-negeri sekuler, karena da'wah salafi yang tidak berani terang-terangan mengkritik penguasa dan mengungkapkan kemaksiaatan mereka kepada Allah SWT. Baik penguasa wanita yang menyalahi ajaran Rasulullah Saw yang mulia, maupun kebijakan penguasa yang menyalahi syari'at Allah SWT. Ini sungguh sikap yang tidak terpuji, pengecut dan menjauhkan umat dari pemahaman Islam yang benar, karena penguasa-penguasa itu telah bermaksiat kepada Allah ketika tidak menerapkan hukum-hukum Allah swt. Bahkan jika salafi mempunyai keberanian mengkritik penguasa dan mengungkapkan kemaksiaatannya, kemudian penguasa membunuhnya maka ia mati syahid, inilah puncak segala amal ibadah karena syurga balasannya,

Seutama-utamanya jihad adalah ucapan/menyampaikan (kata-kata) yang haq di hadapan penguasa yang zalim. [HR Ahmad, At-Tirmidzi dan Nasai].

Pemimpin para Syuhada adalah Hamzah, dan seseorang yang berdiri di hadapan penguasa yang dzalim kemudian (ia) menasehatinya, lalu penguasa tadi membunuhnya. [HR Hakim].

Bukankah salafi telah mengabaikan sunnah Rasulullah saw yang mulia dalam mengkritik penguasa dan mengungkapkan kemaksiaatan yang telah dilakukannya?. Bukankah terbunuhnya para ulama karena menasehati penguasa semisal Al-Banna dan Qutb setara dengan syahidnya Hamzah dalam perang Uhud. Lantas seperti apakah salafush-shalih (salafi) yang asli?, membebek kepada penguasa dengan membuat fatwa-fatwa yang sesuai keinginan penguasa sekuler atau dengan tegas mengkrtik penguasa secara terang-terangan? Berikut kita bahas seperti apa salafush-shalih yang asli!

Siapakah Salafush-Shalih Yang Asli?
Dalam masa keemasan kekhilfahan Islam para ulama sangat berpengaruh dan selalu dimintai nasehat oleh penguasa, tidak mau menemui (mendekati) penguasa dan tidak segan-segan mengkritik penguasa dengan keras. Kita bisa saksikan ulama tabiin Said bin Musayyab yang menolak menemui Khalifah Abdul Malik bin Marwan (692-705 M) disaat Khalifah meminta nasehat, karena orang yang membutuhkan nasehatlah seharusnya yang mendatangi para ulama, begitu kata Sa'id bin Musayyab.

Said bin Musayyab juga pernah menolak menikahkan puterinya dengan Al- Walid bin Abdul Malik (putra Abdul Malik bin Marwan), malahan beliau menikahkan puterinya dengan seorang duda yang miskin tetapi taat yakni Abu Wada'ah. Alasan beliau menolaknya adalah: "Puteriku adalah amanat dileherku, maka kupilihkan apa yang sesuai untuk kebaikan dan keselamatan dirinya" lihat 7, hal 22-32 Tetapi kenyataannya, Muhammad bin Abdul Wahab sendiri berbesanan dengan keluarga Ibnu Saud (lihat 3, hal 251).

Dalam kisah lain, ulama Hasan Al-Basri yang tidak segan-segan menentang dan mengecam dengan keras penguasa Iraq Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi. Saat Hasan Al-Basri dipanggil oleh Hajjaj untuk dihukum mati, Hasan Al-Basri datang dengan tabah dan berwibawa, sehingga Hajjaj membatalkan hukumannya dan malah meminta beberapa nasehat kepada Hasan Al-Basri.

Penguasa (wali/gubernur) baru Iraq berikutnya adalah Hubairah Al- Fazari (masa Khalifah Yazid bin Abdulmalik, 720-724 M), Hubairah menjalankan perintah Khalifah Yazid yang kadang-kadang melenceng dari Islam. Hasan Al-Basri memberikan nasehat kepada Hubairah: "Ya Ibnu Hubairah, takutlah kepada Allah atas Yazid dan jangan takut kepada Yazid karena Allah. Sebab ketahuilah bahwa Allah SWT bisa menyelamatkanmu dari Yazid, sedangkan Yazid tak mampu menyelamatkanmu dari Allah" (lihat 7, hal 53-56).

Khatimah:
1. Keyakinan salafi bahwa mereka telah ada semenjak nabi Adam AS, maka inilah golongan tertua didunia. Tetapi setelah ditelaah sejarah kemunculan salafi, maka terungkap salafi bermula dari da'wah Muhammad bin Abdul Wahab yang mengambil madzhab Hanbali sebagai sumber pemikirannya. Sehingga pernyataan bahwa salafi telah ada sejak nabi Adam AS, merupakan sikap arogan dan mau menang sendiri saja.

2. Kaum wahabi (yang merupakan awal da'wah salafi) telah melakukan pembangkangan (bughat) kepada kekhilafahan Utsmaniyah yang syah, dengan bantuan dana dan senjata dari Inggris. Sikap ini sungguh bertentangan dengan ajaran Rasulullah saw yang mulia, untuk ta'at kepada Amirul mu'minin.

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, serta ulil amri diantara kalian. (Qs. an-Nisaa' [4]: 59).

3. Sikap kaum wahabi yang menentang kekhilafahan Utsmaniyah, bertolak belakang dengan sikap salafi yang tidak berani mengkritik dan mengungkapkan kemaksiaatan penguasa sekuler yang tidak menerapkan hukum-hukum Allah swt, hal ini dilakukan untuk kepentingan da'wah mereka. Mereka lebih mengutamakan dunia dari pada akhiratnya, padahal memberikan kritik kepada penguasa sekuler merupakan bagian dari jihad.

Seutama-utamanya jihad adalah ucapan/menyampaikan (kata-kata) yang haq di hadapan penguasa yang zalim. [HR Ahmad, At-Tirmidzi dan Nasa'i].

4. Para tabi'in yang harus kita teladani kehidupannya, mereka mengkritik penguasa dengan keras dan terang-terangan, semisal kisah tabi'in Sa'id bin Musayyab, Hasan Al-Basri, dll, merekalah salafush- shalih yang asli. Sedangkan mereka-mereka yang tidak berani mengkritik penguasa dan mengungkapkan kemaksiaatan mereka, bermesraan, serta membuat fatwa-fatwa yang sesuai dengan keinginan penguasa, kemungkinan besar salafush-shalih (salafi) palsu!

5. Saksikanlah aktifis da'wah dari Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, FIS Al-Jazair, Refaah Turki, Jama'at Islami Sudan dan berjuta-juta aktifis Islam lainnya yang memperjuangkan tegaknya Islam secara kaffah dimuka bumi dan mengkritik kebijakan penguasa-penguasa sekuler secara tegas dan terang-terangan, tetapi mereka ditangkapi dan dibunuhi diberbagai belahan dunia, mereka mengalami hal yang sama seperti yang dialami para tabi'in yang tegas dan terang- terangan mengkritik penguasa dizamannya. Kemudian bandingkanlah dengan salafi yang berda'wah diberbagai negara dunia secara aman, tenteram dan damai dibawah ketiak penguasa-penguasa sekuler. Manakah diantara mereka yang meneladani para tabi'in?, manakah yang mendekati salafush-shalih?. Semakin jelaslah sekarang, mana yang meneladani salafush-shalih yang dan mana yang bukan! Wallahua'lam,

Maraji':
1. Golongan yang selamat, Muhammad bin Jamil Zainu
2. www.salafy.or.id, fatwa ulama: Kapankah dakwah salafiyah dimulai?
3. Aliran politk dan aqidah dalam Islam, Imam Muhammad Abu Zahrah
4. Zikir cahaya kehidupan, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah
5. www.salafyoon.online: Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab, Cyber Muslim Salafy
6. www.salafyoon.online: Ibnu Taimiyah, Dai dan Mujahid Besar, Cyber Muslim Salafy
7. Insan teladan dari para tabi'in, Abdurrahman Ra'fat Basya
8. Menepis penyimpangan manhaj dakwah, Abu Abdullah Jamal bin Farihan Al-Haritsi
9. Bunga rampai fatwa-fatwa syari'yah, Abul Hasan Musthafa
10.www.salafyoon.online: Mengapa Harus Salafiyah, Imam Al-Bani
11.www.salafyoon.online: Dakwah Wahhabiyyah, Abu Ubaidah Al Atsari dan Abu Usamah
12.www.salafyoon.online: Soal-Jawab: Bagaimana Dengan Umara Indonesia, Salim Al Hilali
13.www.salafyoon.online: Soal-Jawab: Salafi Tapi ..., Musa Ibn Nasr
(Source : http://www.hayatulislam.net/comments.php?id=P119_0_1_0_C




























Awas Faham Khawarij Menjangkiti Harakah Islamiyah


Muhammad `Ali Ismah Al Medani

Tahukah anda apa pemahaman Khawarij itu? Pemahaman Khawarij itu adalah pemahaman yang sesat! Pemahamannya telah memakan banyak korban. Yang menjadi korbannya adalah orang-orang jahil, tidak berilmu dan berlagak punya ilmu atau berilmu tapi masih sedikit pemahamannya tentang dien ini.

Para pemuda banyak menjadi korban. Dengan hanya bermodal semangat semu mereka mengkafirkan kaum muslimin. Mereka kafirkan ayah, ibu, dan saudara-saudara mereka yang tidak sealiran atau tidak sepengajian dengan mereka. Sebaliknya mereka menganggap hanya dirinya saja yang sempurna Islamnya dan menganggap yang lainnya kafir. Ringan sekali lidah mereka menuduh kaum muslimin sebagai orang kafir atau telah murtad dari agamanya. Mereka tidak mengetahui patokan-patokan syar`i untuk menghukumi seseorang itu menjadi kafir, fasik, sesat, atau yang lainnya. Kasihan mereka.

Mereka memberontak kepada pemerintahan muslimin yang sah. Hingga akibat pahit pemberontakan yang mereka lakukan ditelan oleh semua kaum muslimin. Sejarah Islam mencatat bahwa gerakan yang mereka lakukan selalu menyengsarakan kaum muslimin. Cara seperti ini tidak dibenarkan sama sekali dalam Islam.

Oleh karena itu para pemuda harus tahu patokan-patokan dalam beramar ma`ruf dan nahi mungkar. Apakah perbuatan yang dia lakukan itu bermanfaat atau tidak, apakah tindakannya itu membuahkan hasil yang baik atau bahkan menjerumuskan dirinya dalam kesesatan.

Harakah-harakah, yayasan-yayasan, organisasi-organsasi, dan kelompok-kelompok yang berpemahaman seperti pemahaman Khawarij ini tumbuh subur. Kita dapat melihat dengan kaca mata ilmu bahwa beberapa kelompok yang ada sekarang ini seperti: Harakah Hijrah wat Takwirnya DR. Umar Abdurrhaman, DI/TII/NII, Islam Jama`ah, atau Darul Hadits atau Lemkari atau LDII atau entah apalagi namanya yang akan diberikan kalau kebusukannya terungkap. Yang penting bagi kita untuk mengetahui sejauh mana pemahaman mereka itu.

SIAPAKAH KHAWARIJ ITU?

Imam Al Barbahari berkata: "Setiap orang yang memberontak kepada imam (pemerintah) kaum muslimin adalah Khawarij. Dan berarti dia telah memecah kesatuan kaum muslimin dan menentang sunnah. Dan matinya seperti mati jahiliyyah." (Syarhus Sunnah karya Imam Al Barbahari, tahqiq Abu Yasir Khalid Ar Radadi hal. 78).

Asy Syahrastani berkata: "Setiap orang yang memberontak kepada imam yang disepakati kaum muslimin disebut Khawarij. Sama saja, apakah ia memberontak di masa shahabat kepada imam yang Rasyidin atau selah mereka di masa para tabi`in dan para imam di setiap zaman."(Al Milal wan Nihal hal.114).

Khawarij juga adalah orang yang mengkafirkan kaum muslimin hanya karena mereka melakukan dosa-dosa, sebagaimana yang akan kita paparkan nanti.

Imam Ibnul jauzi berkata dalam kitabnya Talbis Iblis: "Khawarij yang pertama dan yang paling jelek adalah : Dzul Kuwaishirah. Abu Sa`id berkata: "Ali pernah mengirim dari Yaman kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sepotong emas dalam kantung kulit yang telah disamak dan emas itu belum dibersihkan dari kotorannya. Maka Nabi membaginyakepada empat orang : Za`id Al Khalil, Al Aqra` bin Habis, `Uyainah bin Hishn dan Alqamah Watsah atau `Amir bin Ath Thufail. Maka sebagian para shahabatnya, kaum Anshar serta selain mereka merasa kurang senang. Maka Nabi berkata:
"Apakah kalian tidak percaya kepadaku, padahal wahyu turun kepadaku dari langit di waktu pagi dan sore?!"

kemudian datanglah seorang laki-laki yang cekung kedua matanya, menonjol bagian atas kedua pipinya, menonjol dahinya, lebat jenggotnya, tergulung sarungnya dan botak kepalanya. Orang itu berkata: "Takutlah kamu kepada Allah, wahai Rasulullah!". Maka Nabi mengangkat kepalanya dan melihat orang itu kemudian berkata: "Celakalah engkau, bukanlah aku manusia yang paling takut kepada Allah?" Kemudian oran itu pergi. Maka Khalid berkata: "Wahai Rasulullah, bolehkah aku penggal lehernya?" Nabi berkata: "Mungkin dia masih shalat." Khalid berkata berapa banyak orang yang shalat dan berucap dengan lisannya (shahadat) ternyata bertentangan dengan isi hatinya?" Nabi berkata: "Aku tidak disuruh untuk menelitiisi hati manusia. Dan membelah dada mereka." Kemudian Nabi melihat kepada orang itu dalam keadaan berdiri karena takut sambil berkata:
"Sesungguhnya akan keluar dari orang ini satu kaum yang membaca Al Quranyang tidak melampaui tenggorokan mereka . mereka lepas dari agama seperti lepasnya anak panah dari buruannya."(HR. Bukhari no. 4351 dan Muslim no. 1064).

Imam Ibnul Jauzi berkata : "Orang itu dikenal dengan nama Dzul Kuwashirah At Tamimi. Dia adalah orang Khawarij yang pertama dalam Islam. Penyebab kebinasaannya adalah karena dia merasa puas dengan pendapatnya sendiri. Kalau dia berilmu, tentu ia akan tahu bahwa tidak ada pendapat yang lebih tinggi dari pendapat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

Para pengikut orang ini termasuk orang-orang yang memerangi `Ali bin Abi Thalib. Itu terjadi ketika peperangan antara `Ali dengan Muawiyah telah berlarut-larut. Pasukan Muawiyah mengangkat mushaf-mushaf dan memanggil pasukan `Ali untuk bertahkim (mengadakan perundingan). Maka mereka berkata: "Kalian memilih satu orang dan kami juga memilih satu orang. Kemudian kita minta keduanya untuk memutuskan perkara berdasarkan kitabullah." Maka manusia (yang terlibat dalam peperangan itu) berkata: "Kami setuju." Maka pasukan Muawiyah mengirim `Amr bin Al `Ash. Dan pasukan `Ali berkata kepadanya: "Kirimlah Abu Musa Al Ay`ari." `Ali berkata: "Aku tidak setuju kalau Abu Musa. Ini Ibnu Abbas , dia saja." Mereka berkata: "Kami tidak mau dengan orang yang masih ada hubungan kekeluargaan denganmu." Maka akhirnya dia mengirim Abu Musa dan keputusan diundur dan diundur sampai Ramadhan. Maka Urwah bin Udzainnah berkata: "Kalian telah berhukum kepada manusia pada perintah Allah. Tidak ada hukum kecuali milik Allah."(Ini slogan yang selalu didengungkan oleh Khawarij sampai sekarang . ucapan ini benar, tetapi makna yang dimaukan tidak benar.).

`Ali kemudian pulang dari Shiffin dan masuk ke Kufah,tetapi orang-orang Khawarij tidak mau masuk bersamanya. Mereka pergi ke suatu tempat yang bernama Harura` sebanyak dua belas ribu orang kemudian berdomisili di situ. Mereka meneriakkan slogan: "Tidak ada hukum kecuali Hukum Allah!!".

Itulah awal tumbuhnya mereka. Dan mereka memproklamirkan bahwa komandan perang adalah: Syabats bin Rib`I At Tamimi dan imam shalat adalah: Abdullah bin Al Kawwa` Al Yasykuri.

Khawarij adalah orang yang sangat kuat ibadahnya, tetapi mereka meyakini bahwa mereka lebih berilmu dari `Ali bin Abi Thalib. Dan inilah penyakit yang berbahaya.

Ibnu Abbas berkata: "Ketika Khawarij memisahkan diri, mereka masuk ke suatu daerah. Ketika itu jumlah mereka enam ribu orang. Mereka semua sepakat untuk memberontak kepada `Ali bin Abi Thalib. Dan selalu ada orang yang datang kepada `Ali sambil berkata: "Wahai Amirul mukminin, sesungguhnya kaum ini ingin memberontak kepadamu." Maka `Ali berkata: "Biarkan mereka, karena aku tidak akan meremerangi mereka hingga mereka dahulu yang memerangiku dan mereka akan tahu nanti." Maka suatu hari aku datangi dia (`Ali) di waktu shalat dzuhur dan kukatakan kepadanya: Wahai Amirul mukminin, segerakanlah shalat, aku ingin mendatangi mereka dan berdialog dengan mereka. Maka `Ali berkata : "Aku mengkhawatirkan kesalamatan dirimu." Aku katakan: "Jangan takut, aku seorang yang baik akhlaknya dan tidak pernah menyakiti seseorang pun." Maka dia akhirnya mengizinkanku. Kemudian aku memakai kain yang bagus buatan Yaman dan bersisir. Kemudian aku datangi mereka di tengah hari. Maka aku memasuki suatu kaum yang belum pernah aku lihat hebatnya mereka dalam beribadah. Jidat mereka menghitam karena sujud. Tangan-tangan mereka kasar seperti lutut unta. Mereka memakai gamis yang murah harganya dalam keadaan tersingsing. Wajah mereka pucat karena banyak bergadang di waktu malam. Kemudian aku ucapkan salam kepada mereka. Maka mereka berkata: "Selamat datang Ibnu Abbas, ada apakah?" Maka aku katakan kepada mereka: "Aku datang dari sisi kaum muhajirin dan anshar serta dari sisi menantu Nabi . keapada mereka Al Qur`an turun dan mereka lebih tahu tentang tafsirnya dari pada kalian." Maka sebagian mereka berkata: "Jangan kalian berdebat dengan orang Quraisy karena Allah telah berfirman:
"Tapi mereka adalah kaum yang suka berdebat." (Az Zukhruf: 58).

Maka ada tiga orang yang berkata: "Kami akan tetap berbicara mendengarnya dengannya." Maka aku katakan kepada mereka: Keluarkanlah apa yang membuat kalian benci kepada menantu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, Muhajirin, dan Anshar. Kepada mereka AlQur`an turun. Dan tidak seorangpun dari mereka yang ikut bersama kelompok kalian. Mereka adalah orang yang lebih tahu tentang tafsir Al Qur`an.

Mereka berkata: "Ada tiga hal." Aku berkata: "Sebuitkan!" Mereka berkata: "Pertama, Dia (`Ali) berhukum kepada manusia dalam perintah Allah, sedangkan Allah telah berfirman:
"Sesungguhnya hukum hanya milik Allah." (Al An`am: 57).

Maka apa gunanya orang-orang itu kalau Allah sendiri telah memutuskan hukum?!" Aku berkata: "Ini pertama, lalu apa lagi?" Mereka berkata : "Kedua, Dia (`Ali) telah berperang dan membunuh, tapi mengapa dia tidak mau mengambil wanita sebagai tawanan dan harta rampasan musuhnya? Jika mereka (orang-orang yang diperangi `Ali) memang kaum muslimin, mengapa dia membolehkan kita untuk memerangi dan membunuh mereka, tapi dia melarang kita untuk mengambil tawanan?" Aku berkata lagi: "Apa yang ketiga?" Mereka berkata: "Dia (`Ali) telah menghapus dari dirinya gelar Amirul Mukminin (pemimpin kaum mukminin), maka kalau dia bukan Amirul Mukminin, berarti dia adalah Amirul Kafirin (pemimpin arong kafir)." Aku berkata: "Apakah ada selain ini lagi?" Mereka berkata: "Cukup ini saja."

Aku katakan kepada mereka: "Adapun ucapan kalian tadi: "Dia berhukum kepada manusia dalam memutuskan hukum Allayh," akan kau bacakan kepada kalian suatu ayat yang membantah argumen kalian. Jika argumen kalian telah gugur apakah kalian akan ruju`?" Mereka berkata: "Tentu." Aku berkata: "Sesungghnya Allah sendiri telah menyerhkan hukum-Nya kepada beberapa orang tentang sperempat dirham harga kelinci, dan ayatnya:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian membunuh binatang buruan ketika kalian sedang ikhram. Barang siapa yang di antara kalian membunhnya dengan sengaja, maka dendanya adalah dengan mengganti dengan binatang ternak yang seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kalian." (Al Maidah: 59).

Dan juga tentang seorang istri dengan suaminya:
"Dan jika kalian khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan." (An Nisa`: 35).

Maka aku sumpah kalian dengan nama Allah, maka manakah yang lebih baik kalau mereka berhukum dengan manusia untuk memperbaiki hubungan antara mereka untuk menahan darah mereka agar tidak tertumpah atau lebih utama hokum yang mereka putuskan dalam harga seekor kelinci dan seorang wanita? Manakah antara keduanya yang lebih utama?" Mereka berkata: "Tentu yang pertama." Aku berkata: "Apakah kalian keluar dari kesalahan ini?" Mereka berkata: "Baiklah.".

Aku berkata: "Adapun ucapan kalian: "Dia (`Ali) tidak mau mengambil tawanan dan ghanimah (rampasan perang)." Apakah kalian akan menawan Ibu kalian, Aisyah? Demi Allah, kalau kalian berkata: "Kami tetap akan menawannya dan menghalalkan (kemaluan)nya untuk digauli seperti wanita lain (karena dengan demikian Ibu kita Aisyah berstatus budak dan budak hukumnya boleh digauli oleh pemiliknya-pen)." Berarti kalian telah keluar dari Islam. Maka kalian berada di antara dua kesesatan, karena Allah telah berfirman:

"Nabi itu lebih mulia bagi orang-orang mukmin dari dirii-diri mereka. Dan istri-istri nabi adalah ibu-ibu mereka."(Al Ahzab: 6). Maka apakah kalian keluar dari kesalahan ini?" Mereka berkata: "Baiklah."

Aku berkata: "Adapun ucapan kalian: "Dia telah menghapus dari dirinya gelar Amirul Mukminin." Aku akan membuat contoh dari orang yang kalian ridhai, yaitu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Pada perjanjian Hudaibiyah, beliau berdamai dengan kaum musrikin , Abu Sufyan bin Harb dan Suhail bin `Amr. Beliau berkata kepada `Ali: "Tulis untuk mereka sebuah tulisan yang berbunyi: "Ini apa yang disepakati oleh Muhammad Rasulullah.". Maka kaum musrikin berkata: "Demi Allah, kami tidak mengakuimu sebagai Rasulullah. Kalau kami mengakuimu sebagai Rasulullah, untuk apa kami memerangimu?!" Maka beliau bersabda: "Ya Allah, Engkau yang tahu aku adalah Rasul-Mu. Hapuslah kata itu `Ali!" (HR. Bukhari no 2669 dan Muslim no 1783. Dan tulislah: "Ini apa yang disepakati oleh Muhammad bin Abdullah." Maka demi Allah, tentu Rasulullah lebih baik dari `Ali, tapi beliau sendiri menghapus gelar itu dari dirinya hari itu."

Ibnu Abbas berkata: "Maka bertaubatlah 2000 (dua ribu) orang dari mereka dan selainnya tetap memberontak, maka mereka pun akhirnya dibunuh." (Talbis Iblis hal. 116-119).

Dari kisah tadi bias kita bias mengambil beberapa point yang menerangkan bahwa di antara sifat orang Khawarij adalah:

1.Jahil terhadap fitrah dan syariat Islam

Ini tampak dari sabda nabi Shalallahu Alaihi Wasallam:
"Mereka membaca Al Qur`an, tetapi tidak melewati kerongkongan mereka."(HR. Bukhari no. 3610 dan Muslim no. 4351).
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam menyatakan bahwa mereka banyak membaca Al Qur`an ,tetapi beliau sendiri mencela mereka, mengapa demikian? Karena mereka tidak faham tentang Al Qur`an. Mereka mencoba memahami sendiri-sendiri Al Qur`an dengan akal-akal mereka. Mereka enggan belajar kepada para shahabat. Maka dari itu Ibnu Abbas berkata: "Aku dating dari sisi kaum Muhajirin dan Anshar serta menantu Nabi. Al Qur`an turun kepada mereka. Dan mereka lebih tahu tentang tafsirnya dari kalian." Dan: "Al Qur`an turun kepada mereka yang ikut bersama kelompok kalian, sedangkan mereka adalah orang yang paling tahu tafsirnya."

Maka hendaknya seseorang merasa takut kepada Allah kalau dia menafsirkan ayat seenak perutnya tanpa didasari keterangan dari para ulama ahli tafsir yang berpemahaman Salaf.

Dan penangkal penyalit ini adalah dengan belajar, bukan dengan berlagak pintar. Maka belajarlah,karena para Salaf shalih adalah orang yang rajin belajar. Alangkah celakanyaorang yang baru belajar beberapa saat, kemudian menyatakan dirinya sebagai ulama, ahli hadits, faqih, mutjahid, dst.

Al Hafidh Ibnu Hajar berkata: "Imam An Nawawi berkata: "yang dimaksud adalah mereka tidak mendapat bagian kecuali hanya melewati lidah saja dan tidak sampai kepada kerongkongan mereka, terlebih lagi hati-hati mereka. Padahal yang dimaukan adalah mentadabburinya (memperhatikan dan merenungkan dengan teliti) agar sampai ke hati." (Fathul Bari 12/293).

2.Mereka adalah orang-orang yang melampaui batas dalam beribadah.

Ini tampak dari keterangan Ibnu Abbas tentang mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang hitam jidatnya, pucat wajahnya karena seringnya begadang di waktu malam, …….dst.

Dan juga diterangkan oleh haditsRasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam:
"Akan dating suatu kaum pada kalian yang kalian akan merasa rendah bila shalat dibandingkan dengan shalat mereka, puasa kalian dibandingkan dengan puasa mereka, amal-amal kalian dibandingkan dengan aml-amal mereka. Mereka membaca Al Qur`an, (tetapi) tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka lepas dari agama ini seperti lepasnya anak panah dari buruannya." (Bukhari no. 5058 dan muslim no. 147, 1064).

Mereka melampaui batas dalam beribadah hingga terjerumus ke dalam bid`ah. Merek tidak tahu bahwa: "Sederhana dalam sunnah lebih baik dari pada bersungguh dalam bid`ah"

"Inilah adalah ucapan emas. Telah shahih dari beberapa shahabat, di antaranya: Abu Darda`, dan Ibnu Mas`ud.

Ubay bin Ka`ab berkata: "Sesungguhnya sederhana dalam sunnah, itu lebih baik daripada bersungguh tetapi menentang jalan ini dan sunnah. Maka lihatlah amalan kalian jika dalam dalam keadaan bersungguh-sungguh atau sederhana hendaknya di atas manhaj (cara pemahaman dan pengamalan) para nabi dan sunnah mereka."

Ini adalah ucapan yang yang memberikan keagungan bagi seorang muslim yang ittiba` (mengikuti) secara benarsecara benar dalam amalan-amalan dan ucapan-ucapannya sehari-hari.

Ucapan ini diambil dari beberapa hadits di antaranya :

"Jangan kalian melampaui batas dalam agama ini."

"Amal yang paling dicintai Allah adalah yang kontinnyu (terus menerus) walaupun sedikit." (Bukhari 1/109 dan Muslim no. 782)" (Ilmu Ushulil Bida`, Syaikh Ali Hasan hal. 55-56).

Seorang alim ahli Al Qur`an, Muhammad Amin Asyinqithi, berkata dalam Adwa`ul Bayan 1/494 : `Para ulama telah menyatakan bahwa kebenaran itu berada di antara sikap melampaui batas dan sikap meremehkan. Dan itu adalah makna ucapan Mutharif bin Abdullah:

"Sebaik-baik urusan adalah yang di tengah-tengah. Kebaikan itu terletak di antara dua kejelekan."

Dan dengan itu kamu tahu bahwa orang yang berhasil menjauhi kedua sifat itu telah mendapat hidayah.` "Ucap Syaikh Ali Hasan dalam buku Dhawabith Al Amr bil Ma`ruf wan Nahyi `anil Mungkar `Inda Syaikul Islam IbnuTaimiyah hal. 9.

3.Menghalakan darah kaum muslimin dan menuduh mereka sebagai orang yang telah kafir

Sifat ini sudah melekat kental pada mereka. Tapi, yang mengherankan, mereka bersikap adil terhadp orang-orang kafir. Imam Ibnul Jauzi berkata:

"Di perjalanan orang-orang Khawarij bertemu dengan Abdullah bin Khabbab, maka mereka berkata: Apakah engkau pernah mendengar dari ayahmu sebuah hadits yang dia dengar dari Rasulullah? Dia menjawab: Ya aku mendengar ayahku berkata: Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam pernah berbicara tentang fitnah . "Yang duduk lebih baik dari pada yang berdiri. Dan yang berdiri lebih baik dari pada yang yang berjalan. Dan yang berjalan lebih baik dari pada yang berlari. Mak ajika engkau mendapati masa seperti itu, jadilah engkau seorang hamba yang terbunuh." (HR. Ahmad 5/110, Ath Thobrani no. 3630 dan hadits ini memiliki beberapa syawahid.)

mereka berkata : "Apakah engkau mendengar ini dari ayahmu yang dia sampaikan dari Rasulullah ?" Dia menjawab: "Ya." Maka mereka membawanya ke tepi sungai kemudian mereka penggal lehernya. Maka muncratlah darahnya seakan-akan dua tali sandal. Kemudian mereka membelah perut budak wanitanya yang sedang hamil.

Dan ketika mereka melewati sebuah kebun kurma di Nahrawan, jatuhlah sebuah. Maka salah seorang mereka mengambilnya dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Maka temannya berkata: "Engkau telah mengambilnya dengan cara yang tidak benar dan tanpa membayar." Kemudia dia memuntahkannya. Dan salah seorang di antara mereka ada yang menghunuskan pedangnya dan mengibaskannya, kemudian lewatlah seekor babimilik ahli dzimmah (kafir yang membayar jizyah) dan dia membunuhnya. Mereka berkata: "Ini adalah perbuatan merusak di muka bumi." Kemudian dia menemui pemiliknya dan membayar harga babi itu." (Talbis Iblis hal. 120-121).

PELAKU DOSA BESAR TIDAK MENJADI KAFIR

Ini adalah I`tiqad (keyakinan) Ahlussunnah Wal jama`ah. Dan Khawarij dalam hal ini menyelisihi Ahlussunnah. Mereka menyatakan bahwa orang yang melakukan dosa besar seperti berzina, mencuri, minum khamar dan yang sejenisnya telah kafir. Ini bertentangan dengan ayat:

"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa orang yang menyekutukan Allah. Dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia dikehendaki." (An Nisa: 48).

"Dan Allah mengkhabarkan bahwa Dia tidak mengampuni dosa itu (Syirik) bagi orang yang belum bertaubat darinya." (Kitabut Tauhid, Syaikh Sholih Al Fauzan hal 9).

"Dalam ayat ini ada bantahan kepada orang-orang Khawarij yang menganggap kafir karena melakukan dosa-dosa. Dan juga bantahan bagi Mu`tazilah yang menyatakan bahwa pelaku dosa besar itu kekal di dalam neraka. Dan mereka (para pelaku dosa besar) menurut Mu`tazilah bukan mukmin dan bukan kafir ." (Fathul Majid, Syaikh Abdurrahman, hal. 78).

4.Mereka adalah orang yang muda dan buruk pemahamannya.

Ini diambil dari hadits :

"Akan keluar di akhir zaman suatu kaum yang muda-muda umurnya. Pendek akalnya. Mereka mengatakan ucapan sebaik-baik manusia. Merek a membaca Al Qur`an , tetapi tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka lepas dari agama mereka seperti anak panah lepas dari buruannya." (Bukhari no. 3611 dan Muslim no. 1066.)

Al Hafidz Ibnu Hajar berkata: "Ahdatsu Asnan artinya bahwa mereka itu para pemuda . dan sufaha`ul Ahlam artinya akal mereka jelek. Imam An Nawawi berkata: Kemantapan dan bashirah yang kuat akan muncul ketika usia mencapai kesempurnaan." (Fathul Bari 12/287).

DIBUNUHNYA IBNU MULJAM (TOKOH KHAWARIJ YANG MEMBUNUH `ALI)

Imam Ibnul Jauzi berkata: "Ketika `Ali telah wafat, dikeluarkanlah Ibnu Muljam umtuk dibunuh. Maka Abdullah bin Ja`far memotong kedua tangan dan kakinya, tetapi dia tidak berteriak dan berbicara. Kemudian matanya dipaku dengan paku panas, dia juga tetap tidak berteriak bahkan dia membaca surat Al `Alaqsampai habis dalam keadaan darahnya mengalir dari kedua matanya. Dan ketika lidahnya akan dipotong, barulah dia berteriak?" Dia berkata: "Mengapa engkau tidak suka kalau aku mati di dunia ini dalam keadaan tidak berdzikir kepada Allah." Dan dia adalah orang yang keningnya berwarna kecoklatan karena bekas sujud. Semoga Allah melaknat." (Talbis Iblis hal. 122).

Beliau berkata lagi : "Mereka memiliki kisah-kisah yang panjang dan madzab-madzab yang aneh. Aku tidak ingin memperpanjangnya, karena yang dimaukan disini adalah untuk melihat bagaimana Iblis menipu orang-orang yang dungu itu. Yang mereka beramal dengan keadaan mereka dan mereka meyakini bahwa `Ali bin Abi Thalib adalah pihak yang salah. Dan orang-orang yang bersama dengannya dari kalangan muhajirin dan anshar. Dan hanya mereka saja yang berada di atas kebenaran.

Mereka menghalalkan darah anak-anak tetapi menganggap tidak boleh memakan buah tanpa membayar harganya. Mereka bersusah-susah dalam ibadah dan begadang. Ibnul Muljam berteriak berteriak ketika akan dipotong lidahnya karena takut tidak berdzikir. Mereka menganggap halal untuk memerangi `Ali.

Kemudian mereka menghunuskan pedang-pedang mereka kepada kaum muslimin. Dan tidak ada yang mengherankan dari merasa cukupnya mereka dengan ilmu mereka dan meyakini bahwa mereka lebih berilmu dari `Ali. Dzul Khuwashirah telah berkata kepada Nabi: "Berbuat adillah, karena engkau tidak adil." Dan iblislah yan menunjuki mereka kepada kehinaan ini. Kita berlindung kepada Allah dari ketergelinciran." (Talbis Iblis hal 123).

Firqah-firqah Khawarij

Imam Ibnul Jauzi berkata: "Haruriyah (nama lain dari Khawarij-pen) terbagi menjadi dua belas kelompok. Pertama; al Azraqiyah, mereka berkataL: Kami tidak tahu seorangpun yang mukmin. Dan mereka mengkafirkan kaum muslimin (ahli kiblat), kecuali orang yang sefaham dengan mereka. Kedua : Ibadhiyah, mereka berkata: Siapa yang menerima pendapat kita adalah orang mukmin dan siapa yang bepaling adalah orang munafik. Ketiga : Ats Tsa`labiyah, mereka berkata : Sesungguhnya Allah tidak ada menetapkan qadha dan qadar. Keempat : Al Hazimiyyah, mereka berkata: Kami tidak tahu apa iman itu. Dan semua makhluk akan diberi udzur (dimaafkan karena ketidaktahuaanya). Kelima : Khalafiyah, mereka berkata : Pria dan wanita yang meninggalkan jihad berarti telah kafir (Ini seperti pendapat NII, dan jama`ah jihad lainnya semisal, Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Bashir). Keenam : Al Mujarromiyah, mereka berpendapat : Seseorang tidak boleh menyentuh orang lain , karena dia tidak tahu yang suci dengan najis. Dan janganlah dia makan bersama orang itu hingga orang itu bertaubat dan mandi (ini seperti pendapat LDII). Ketujuh: Al Kanziyah, mereka berpendapat : Tidak pantas bagi seseorang untuk memberikan hartanya kepada orang lain, karena mungkin dia bukan orang yang berhak menerimanya. Dan hendaklah dia hendaklah dia menyimpan harta itu hingga muncul para pengikut kebenaran. Kedelapan: Asy Syimrakiyah, mereka berpendapat : Tidak mengapa menyentuh wanita ajnabi (yang bukan mahram), karena mereka adalah rahmat (ini seperti pendapat Hizbut Tahrir). Kesembilan: Al Akhnasiyah, mereka berpendapat: Orang yang mati tidak akan mendapat kebaikan dan kejelekan setelah matinya. Kesepuluh: al Muhakkimiyah, mereka berpendapat ; siapa yang berhukum kepada makhluk adalah kafir. Kesebelas : Mu`tazilah dari kalangan Khawarij, mereka berkata: Samar bagi kami masalah `Ali dan Muawiyah, maka kami berlepas diri dari dua kelompok itu. Kedua belas: Al Maimuniyah, mereka berpendapat: Tidak ada imam, kecuali dengan restu orang-orang yang kami cintai." (Talbis Iblis hal. 32-33).

Harakah-harakah Islam dewasa ini juga banyak terkena fikrah (pemikiran) seperti ini. Mereka menganggap kaum muslimin yang tidak sefaham dengan mereka sebagai orang-orang yang telah murtad dari agama Allah. Dan yang parahnya juga, mereka membolehkan untuk mencuri barang milik selain kelompok meeka dengan alasan : Ini harta orang kafir (fai`)..

Tetapi ketika dakwwah salafiyyah muncul dan kemudian menyeang mereka dan meluluhlantakan mereka, mereka pun sekarang berkata: Kami juga Salafy, ya akhi. Kami juga ahlus Sunnah. Ini mirip dengan seperti yang dikatakan oleh penyair;

"Semua mengaku memiliki hubungan dengan Laila. Tapi Laila sendiri tidak mengakuinya."

Maka hendaknya seorang itu melihat kembali dan mengoreksi langkah dakwah yang ia tempuh selama ini. Dan hendaknya ia kembali kepada manhaj salaf dalam aqidah dan manhaj. Dan itu akan didapat dengan belajar serta memohon bimbingan dari Allah. Atau kalau kita tidak akan menjadi seperi yang dikatakan oleh Allah:

"Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini , sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya." (Al Kahfi 103-104).

Dan amalannya hanya akan menjadi amalan yang meletihkan." (Al Ghasyiyah: 3).

Maka hendaknya seseorang itu berhati-hati dalam bekerja. Hendaklah dia sadar kalau amalannya akan menjadi sia-sia dan tidak berguna. Dan jadilah dia orang yang merugi di akhirat. Mari kita ajak mereka dengan tegas : "Kembali kepada Al Qur`an dan Sunnah dengan pemahaman para salaf umat ini."

BOLEHKAH SESEORANG MEMERANGI KHAWARIJ?

Imam Al Barbahari berkata: "Dihalalkan memerangi Khawarij bila mereka menyerang kaum muslimin, membunuh mereka, merampas harta dan mengganggu keluarga merega." (hal. 78).

Penutup

Sebagai penutup pembicaraan tentang Khawarij, saya akan membawakan sebuah kisah tentang taubatnya seorang Khawarij. Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Al Lalika`i, setelah beliau membawakan sanadnya, beliau berkata: Muhammad bin Ya`qub Al Hasham berkata: Pernah ada dua orang Khawarij thawaf di Baitullah, maka salah seorang berkata kepada temannya: Tidak ada yang masuk surga dari semua yang ada ini kecuali hanya aku dan engkau saja. Maka temannya berkata: Apakah surga diciptakan Allah seluas langit dan bumi hanya akan ditempati oleh aku dan engkau? Temannya berkata: Betul. Maka temannya tadi berkata: Kalau begitu, ambillah surga itu untukmu. Maka orang itupun meninggalkan faham Khawarijnya. (Syarah Ushul I`tiqad Ahlus Sunnah wal Jama`ah 7/1234 tahqiq DR. Ahmad Sa`ad Hamdan no. 2317) . Allahu a`lam bish shawab 


 
Admin
Silahkan Pilih
Login