Sayidina Utsman bin Affan
Khalifah yang Pemalu
Suatu ketika, istri Rasulullah, Aisyah Ra, bertanya pada
Nabi SAW. Katanya, "Ya Rasulullah, engkau tidak bersiap bagi kedatangan
Abu Bakar dan Umar bin Khathab sebagaimana kedatangan Utsman." Rasulullah
menjawab, "Utsman seorang pemalu.
Kalau dia masuk sedang aku masih berbaring, dia pasti malu
untuk masuk dan cepat-cepat akan pulang sebelum menyelesaikan hajatnya. Hai
Aisyah, tidakkah aku patut malu kepada seseorang yang disegani (dimalui) oleh
para malaikat?"
Betapa Hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad itu mengajarkan
kepada kita bahwa sifat malu penting dalam kehidupan sosial manusia. Nabi SAW
dan sahabatnya, Utsman, meneladankan sifat malu akan sangat membantu manusia
baik dalam interaksi sosial maupun dalam hubungan vertikalnya dengan Tuhannya.
Sejarah Islam mencatat, perjalanan Utsman yang lahir di
Thaif, Arab Saudi, pada 576 Masehi atau enam tahun lebih muda dari Nabi
Muhammad ini, tak selamanya linier dengan obsesinya semula. Utsman yang mendapat
julukan Nabi SAW sebagai 'Zunnurrain' (memiliki dua cahaya) karena menikahi dua
putri Rasulullah, yakni Ruqayyah dan Ummu Kultsum, mengalami proses spiritual
yang sama dengan Abu Bakar, yakni masuk Islam setelah mengarungi perjalanan
panjang kehidupan profannya.
Seperti halnya Abu Bakar dan Umar bin Khathab, Utsman masuk
Islam setelah beberapa kali mendengarkan ajakan 'kebenaran' baik yang diserukan
oleh Rasulullah maupun sahabatnya yang lebih dulu masuk Islam. Selain dikenal
dekat dengan Rasulullah, pria bernama lengkap Utsman bin Affan Zunnurain ini
juga tawadhu dan tegas pendirian.
Masyarakat mengenal Utsman sebagai dermawan. Dalam ekspedisi
Tabuk yang dipimpin oleh Rasul, Utsman menyerahkan 950 ekor unta, 50 kuda, dan
uang tunai 1.000 dinar.
Itu berarti sepertiga biaya ekspedisi ia tanggung sendiri.
Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Utsman juga pernah memberikan gandum yang
diangkut dengan 1.000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim
kering itu.
Babak baru dalam kehidupannya ia alami ketika ia dipercaya
menjadi khalifah Islam ketiga menggantikan Abu Bakar Ashiddiq. Jalan menuju
kepemimpinan itu pun menyisakan cerita tak sedap tersendiri. Menjelang
wafatnya, Umar bin Khattab berpesan. Selama tiga hari, imam masjid hendaknya diserahkan
pada Suhaib Al-Rumi.
Namun pada hari keempat hendaknya telah dipilih seorang
pemimpin penggantinya. Umar memberikan enam nama. Mereka adalah Ali bin Abu
Thalib, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqas, Abdurrahman bin
Auf dan Thalhah anak Ubaidillah.
Setelah bermusyawarah, kesemua sahabat mengundurkan diri,
kecuali Utsman dan Ali bin Abi Thalib. Abdurrahman ditunjuk menjadi penentu. Ia
menemui banyak orang meminta pendapat mereka. Namun pendapat masyarakat pun
terbelah. Imar anak Yasir mengusulkan Ali.
Begitu pula Mikdad. Sedangkan Abdullah anak Abu Sarah
berkampanye keras buat Utsman. Konon, sebagian besar warga memang cenderung
memilih Utsman. Abdurrahman --yang juga sangat kaya-- pun memutuskan Utsman
sebagai khalifah. Ali sempat protes. Abdurrahman adalah ipar Utsman. Mereka
sama-sama keluarga Umayah.
Sedangkan Ali, sebagaimana Muhammad, adalah keluarga Hasyim.
Sejak lama kedua keluarga itu bersaing. Namun Abdurrahman meyakinkan Ali bahwa
keputusannya adalah murni dari nurani. Ali kemudian menerima keputusan itu.
Jadilah Utsman khalifah ketiga di usia senja, 70 tahun. [Memerintah pada tahun
644-656].
Masa kekuasaan Utsman, sebagaimana diungkap dalam buku
Seratus Muslim Terkemuka, berlangsung dalam dua periode, yakni 6 tahun pertama
dan 6 tahun kedua. Pada fase 6 tahun pertama pemerintahan Utsman banyak
mengalami berbagai keberhasilan dan kemajuan. Ini misalnya ditandai dengan
makin luasnya ekspansi wilayah Islam. Untuk pertama kalinya, Islam juga
mempunyai armada laut yang tangguh.
Muawiyah bin Abu Sofyan yang menguasai wilayah Syria,
Palestina dan Libanon membangun armada itu. Sekitar 1.700 kapal dipakainya
untuk mengembangkan wilayah ke pulau-pulau di Laut Tengah. Siprus, Pulau Rodhes
digempur. Konstantinopel pun sempat dikepung.
Ustman juga membuat langkah penting bagi umat. Ia
memperlebar bangunan Masjid Nabawi di Madinah dan Masjid Al-Haram di Mekkah. Ia
juga menyelesaikan pengumpulan naskah Quran yang telah dirintis oleh kedua
pendahulunya. Ia menunjuk empat pencatat Quran, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin
Zubair, Said bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits, untuk memimpin sekelompok
juru tulis. Kertas didatangkan dari Mesir dan Syria.
Tujuh Quran ditulisnya. Masing-masing dikirim ke Mekkah,
Damaskus, San'a, Bahrain, Basrah, Kuffah, dan Madinah. Di masa Ustman,
ekspedisi damai ke Tiongkok dilakukan. Saad bin Abi Waqqas bertemu dengan
Kaisar Chiu Tang Su dan sempat bermukim di Kanton.
Sayangnya pada periode 6 tahun kedua, pemerintahan Utsman
mengalami berbagai pergolakan dan ancaman disintegrasi. Pemicunya antara lain
kebijakan Utsman yang dinilai berpihak pada keluarga kerajaan. Ia misalnya
banyak mengangkat anggota keluarganya untuk menduduki posisi-posisi penting
negara. Yang paling kontroversial adalah pengangkatan Marwan bin Hakam sebagai
sekretaris negara. Banyak yang curiga, Marwan-lah yang sebenarnya memegang
kendali kekuasaan di masa Utsman.
Sebagai gubernur Irak, Azerbaijan dan Armenia, Utsman
mengangkat saudaranya seibu, Walid bin Ukbah menggantikan tokoh besar Saad bin
Abi Waqas. Namun Walid tak mampu menjalankan pemerintahan secara baik.
Ketidakpuasan menjalar ke seluruh masyarakat. Bersamaan dengan itu, muncul pula
tokoh Abdullah bin Sabak. Dulu ia seorang Yahudi, tapi kemudian menjadi Muslim
yang santun dan shalih. Ia memperoleh simpati dari banyak orang.
Abdullah berpendapat bahwa yang paling berhak menjadi
pengganti Muhammad adalah Ali. Beberapa tokoh mendesak Utsman untuk mundur.
Namun Utsman menolak. Ali mengingatkan Utsman untuk kembali ke garis Abu Bakar
dan Umar. Utsman merasa tidak ada yang keliru dalam langkahnya.
Malah Marwan berdiri dan berseru siap mempertahankan
kekhalifahan itu dengan pedang. Situasai tambah panas. Pada bulan Dzulqaidah 35
Hijriah atau 656 Masehi, 500 pasukan dari Mesir, 500 dari Basrah, dan 500 dari
Kuffah bergerak. Mereka berdalih hendak menunaikan ibadah haji, namun ternyata
mengepung Madinah.
Ketiganya bersatu mendesak Utsman yang ketika itu telah
berusia 82 tahun untuk mundur. Rakyat Mesir mencalonkan Ali, Basrah mendukung
Thalhah, dan Kuffah memilih Zubair untuk menjadi khalifah pengganti. Utsman
membujuk Ali agar meyakinkan para pemberontak. Ali melakukannya asal Utsman tak
lagi menuruti kata-kata Marwan.
Utsman bersedia. Atas saran Ali, para pemberontak itu
pulang. Namun tiba- tiba Utsman, atas saran Marwan, mencabut janjinya. Massa
marah. Pemberontak balik ke Madinah. Muhammad anak Abu Bakar siap mengayunkan
pedang.
Namun tak jadi melakukannya setelah ditegur Utsman. Al
Ghafiki menghantamkan besi ke kepala Utsman, sebelum Sudan anak Hamran
menusukkan pedang. Pada tanggal 8 Dzulhijjah 35 Hijriah, Utsman menghembuskan
nafas terakhirnya sambil memeluk Quran yang dibacanya. Sejak itu, kekuasaan
Islam semakin sering diwarnai oleh tetesan darah.hery s/berbagai sumber
Menghimpun Mushaf Quran
Di bidang keagamaan, prestasi terbesar yang patut dicatat
dari kepemimpinan Utsman bin Affan adalah keberhasilannya menghimpun ayat- ayat
Alquran menjadi mushaf yang tetap dalam satu kitab. Ide menghimpun ayat-ayat
Alquran yang saat itu berserakan di berbagai tempat dan dikhawatirkan hilang
karena makin banyaknya para huffaz (orang-orang yang hafal Alquran) yang
meninggal, memang bukan hal baru.
Jauh sebelumnya, yakni di masa Abu Bakar, pertama kali
gagasan itu dimunculkan Umar bin Khathab. Pengerjaan pengumpulan dimulai dengan
ketua tim langsung dipimpin Zait bin Tsabit, juga dikenal hafiz Quran dan
sekretaris pencatat wahyu Rasulullah.
Dalam proses pembukuan Alquran itu, khalifah Utsman memberi
nasihat agar mengambil pedoman kepada bacaan orang-orang yang hafal Alquran.
Jika ada perselisihan di antara mereka dalam bacaannya, maka ayat-ayat tersebut
harus ditulis menurut lahjah (dialek) suku Quraisy karena Alquran diturunkan
menurut dialek mereka.
Setelah tugas selesai, Utsman mengembalikan lembaran-lembaran
Alquran itu kepada Hafshah. Sementara Alquran yang telah dibukukan diberi nama
"Al Mushaf". Satu disimpan Khalifah Utsman di Madinah, dan empat
mushaf lainnya dikirim ke Mekkah, Syria, Basrah, dan Kuffah, agar di
tempat-tempat tersebut segera disalin. Adapun mushaf yang berada di tangan
Utsman dinamakan "Mushaf Al Imam".
Dari mushaf yang ditulis dan dihimpun di masa khalifah Utman
itulah, kaum Muslimin di seluruh pelosok menyalin dan memperbanyak Alquran,
termasuk hingga di masa modern kini --ejaan dan standar bacaan berasal dari
masa kepemimpinan Utsman.
0 komentar:
Posting Komentar